Jumat, 14 September 2012

Bumi Arung Palaka Kau Ku Kenang


KU RAJUT KENANGAN DALAM PIONIR

Jum’at, 26 november 2010.
Hari ini aku mulai mengukir sebuah kisah dalam hidupku. Aku akan mengarungi pengalaman baru selama 5 hari di sebuah kota yang berada di provinsi sulawesi selatan.  Aku sendiri belum pernah menginjakkan kakiku disana, namun yang terbayang olehku kota Bone  yang dijadikan tuan rumah PIONIR ke-5 tahun ini sangat indah dan menyenangkan. Bumi arung palakka ini adalah salah satu kota yang peradaban islamnya masih kuat dan dikenal juga dengan kota beradat. Dengan lion-air transit jakarta akhirnya pukul 12 waktu indonesia tengah (WITA)  aku bersama rombongan dari IAIN IB Padang sampai di bandara Sultan Hasanuddin Makassar . Disana sudah banyak ku temui kontingen-kontingen lain dari berbagai daerah, ada juga temanku yang sama sekolah waktu kami di jawa timur dulu. Aku sangat senang bisa bertemu mereka setelah beberapa tahun berpisah.
Matahari sedikit mulai bergeser dari posisi tegak diatas kepala, udara memang terasa panas, bahkan menurutku lebih panas dari kota padang, sehingga tak ayal badan terasa gerah dibuatnya. Tak sedikit keringatku mengalir membasahi kaos pink yang kukenakan.  Sementara menunggu bis jemputan dari panitia, kami duduk di teras lobby bandara sambil menikmati suasana dan berfoto disetiap tempat yang kami anggap bagus dan unik. Pemandangan yang kulihat didepan bandara SH itu sangat indah, dengan kolam dihiasi air mancur  menjadikan tempat itu megah dan unik. Tentu sangat rugi jika aku tidak mengabadikan keindahan itu dicemdigku.
Setelah menunggu lama akhirnnya giliran kontingen ku dijemput dan dibawa ke wisma nusantara untuk istirahat sampai datang bis jemputan selanjutnya. Pukul dua siang setelah melepas lelah sesaat sebuah bis berhenti didepan wisma. Bus itu kelihatannya sudah tua dan kurang terawat sehingga tampak kotor dan berdebu.   Ternyata kendaraan itu yang akan membawa kami sampai ke Bone. Dengan ransel hitam dipundakku aku bergegas menuju bus tersebut dan sesaat setelah melompat kedalam bus aku bernafas lega. Aku merebahkan tubuhku yang penat dan berharap bisa menikmati perjalananku. Semua kursi sudah penuh terisi dan sesak oleh barang-barang kami yang lumayan banyak. Tak apalah, asalkan hati lapang dan kami bisa sampai ke tujuan dengan selamat.
            Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dan menyita banyak waktu, tiba-tiba bus yang kami tumpangi berbalik arah . Sopir  yang dipercaya panitia  sekaligus menjadi penunjuk jalan bagi kami mengatakan bahwa jalan yang dilewati tadi adalah jalan yang salah. Kami sebagai pengikut yang tidak tahu apa-apa hanya bisa nurut asalkan sampai ke Bone melewati jalan yang benar. Tak lama kemudian sopir yang kira-kira berumur 40 tahunan itu kembali memutar  bus kearah jalan yang pertama kami lewati, lagi-lagi dia mengatakan salah jalan. Aku dan rombongan sontak heran dan bingung kenapa bisa bolak balik seperti ini, padahal sopir itu penduduk asli sana otomatis tahu jalan mana yang akan dilalui. Namun kami tetap sabar berharap jalan yang akan ditempuh kali ini adalah jalan yang benar .
Beberapa jam telah berlalu dan sangat jauh perjalanan yang sudah ditempuh namun masih belum ada tanda-tanda yang meyakinkan.
 kecurigaan kami mulai muncul, jangan-jangan kami salah jalan lagi. Apalagi wajah sopir ketika itu tampak sedikit panik. Padahal menurut informasi yang didapat sebelumnya sekitar 4 atau 5 jam kami sudah sampai di kota Bone, dan di perjalanan menuju kesana kami bisa melihat pemandangan indah yang dihiasi bukit-bukit, hutan -hutan serta jalanan yang berliku-liku. Tapi informasi yang kami dengar belum sedikitpun celahnya terlihat. Jalan menuju kota bone yang sangat kami impi-impikan saat itu tak kunjung tampak.
 Ditengah perjalanan, pak Salmadanis yang mengetuai rombongan kami meminta sopir berhenti sebentar disebuah warung kecil dipinggir jalan, meskipun sebelumnya sudah banyak warung-warung  yang sudah  terlewati. Diwarung kecil itu bergelantungan jeruk-jeruk berukuran besar seperti jeruk bali,  mereka menyebutnya jeruk manis atau jeruk madu. Sambil mencicipi dan membeli beberapa buah jeruk , PR 3 mendesak sopir untuk bertanya kepada sipenjual jeruk mana jalan yang benar menuju bone, kota yang menjadi sangat jauh dalam pikiranku.  Ternyata jalan yang kami tempuh saat ini bukanlah jalan yang tepat. Jalannya tidak salah, cuma butuh waktu yang lama karna akan menempuh perjalanan yang sangat jauh, dan bisa sampai di Bone besok sore. Si penjual jeruk menyarankan agar kami berbalik arah dan memberitahukan jalan yang benar. Perasaanku langsung berubah setelah mendengar informasi dari bapak penjual jeruk itu. Kesal, bosan, letih, gerah, dan haus bercampur jadi satu. Tambah lagi lapar  yang amat sangat, karena perut kami tadi hanya terisi sedikit. Sebelum berangkat dari padang kami tidak sempat makan nasi karena subuh-subuh sekali disaat orang-orang masih terlelap dan jalanan masih gelap kami sudah harus berangkat menuju BIM dan take off pukul 06.00. Dan baru bisa makan setelah sampai Di bandara Sultan Hasanuddin. Untung ada Pak In salah seorang staf akademik yang juga menjadi official kami membawa bekal nasi dan lauk dari rumah.Walaupun hanya sepuluh bungkus, setidaknya bisa mengisi perut kami yang berjumlah dua puluh satu orang ini. Kami makan bersama diteras depan bandara, tak peduli duduk bersila diatas lantai yang berdebu ataupun dilihat banyak orang.
Dengan wajah tanpa dosa dan tak bersalah, sopir  itu berbalik arah mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh penjual jeruk. Kali ini aku benar-benar berharap dan berdo’a mudah-mudahan jalan yang akan ditempuh ini adalah jalan yang benar dan tidak salah lagi.  Ntah berapa kali bolak balik di jalan yang sama, sampai-sampai aku hafal nama jalan disana, bahkan Masjid Besar yang berada dipersimpangan jalan sangat teringat olehku tempat dan bentuknya karna tanpa disadari sudah 4 kali kami melewatinya.
Tak terasa matahari mulai enggan menemani perjalananku. ia terlihat malu-malu hendak membenamkan diri diufuk barat. perlahan menghilang dan bersembunyi dibalik gelap malam bersama bintang-bintang yang  berusaha menghibur keresahan hatiku.Tidak hanya aku, semua teman-teman dan pembimbing juga merasakan hal yang sama. Wajar saja kami merasa letih dan bosan, karna sudah berjam-jam duduk diatas bus tua tak terawat itu. dan tak ada hiburan sedikitpun didalamnya. Jangankan TV atau video, musik dari tape recorder saja tidak ada. Namun kebersamaan kami mengalahkan perasaan kesal yang menyelimuti hati saat itu. Di perempatan jalan, kami melihat papan penunjuk jalan bertuliskan ”Bone”. Wajah yang sudah hampir putus asa tiba-tiba langsung berubah ceria dan serasa ada pancaran hebat dihati kami.  harapan dan impian kami untuk sampai di STAIN Watampone akan terwujud meskipun akan menempuh 4 atau 5 jam-an lagi.  
Sebelum melanjutkan perjalanan kami berhenti melepas lelah sambil menikmati udara malam dipersimpangan jalan arah kota bone. Sebungkus nasi ditemani ikan bakar berlumur cabe merah dan dilengkapi sedikit sayur kol membuatku bersemangat untuk menyantap hidangan makan malam, meskipun hanya duduk diemperan warung penduduk. Apalagi saat itu perutku sedang dilanda lapar yang amat sangat.
Kira-kira pukul delapan malam kami kembali melanjutkan perjalanan  menuju kota bone. aku tidak bisa menikmati indahnya suasana diluar karena pemandangan disepanjang jalan diselimuti malam nan kelam, hanya ada lampu-lampu kendaraan yang berbaris rapi didepan dan belakang bus kami. Kebanyakan teman-temanku sudah tertidur pulas, akupun sudah mulai merasa ngantuk. Tak lama aku tertidur lelap, dibuai nyenyak sejuknya angin yang bertiup dari jendela. meski sekali-sekali aku terbangun saat busku berhenti. Tiba-tiba aku tersentak saat bus memasuki gerbang bertuliskan ”STAIN Watampone”. Aku melihat arloji putih ditangan kiriku, ternyata sudah pukul setengah dua malam. Alhamdulillah akhirnya kami sampai juga ditujuan dengan selamat. Bermacam keluhan kami adukan kepada panitia saat mereka mendekati rombongan kami yang tampak sangat letih karna menempuh perjalanan yang seharusnya hanya 4 jam menjadi lebih 10 jam. Panitia merasa sangat bersalah dan meminta ma’af atas kelalaian sopir yang mereka percayakan untuk menjemput kami.
Tak lama kemudian panitia mengantar kami ketempat penginapan tak jauh dari kampus STAIN. Memasuki jalan Bataritoja kami berhenti didepan sebuah rumah bercat putih. kami semua sibuk membereskan barang masing-masing berharap tidak ada yang ketinggalan di bis. Dengan sebuah tas dipundakku cepat-cepat aku turun. sejenak aku memperhatikan bangunan yang ada didepanku. Sepertinya rumah ini sudah tidak ditempati lagi oleh pemiliknya, tapi tetap bersih dan terawat.  Inilah rumah tempat kami berteduh melepas lelah selama berada di Bone. aku menarik koperku menuju salah satu kamar diantara 6 kamar yang ada. Akupun segera istirahat berharap besok pagi dapat bangun kembali dengan semangat. Inilah kesan pertamaku awal menginjakkan kaki di bumi arung palakka, suka dan duka sentiasa menemani perjalanan kami. Walau kami merasa letih dan lelah, namun semua itu lenyap oleh kebersamaan dan tawa canda yang selalu menghiasi hati kami.

Sabtu, 27 november 2010
Pagi ini mentari mulai memancarkan sinarnya. Ini adalah pagi pertamaku di kota bone. Angin bertiup menyejukkan hati.  Jalanan masih sepi, suara hiruk kendaraan yang lalu lalang dijalanan masih belum terdengar. Hanya ada kicauan burung yang menari-nari diatas pohon, seakan sedang bernyanyi menyambut pagi hari yang segar dan indah ini. Udara masih terasa dingin, kulangkahkan kakiku keluar dan duduk ditepi kolam didepan rumah sambil menikmati udara pagi. Kuharap pagi yang cerah ini memberi motivasi untuk diriku agar tetap semangat menjalani berbagai kegiatan dan kompetisi pada acara pionir ini.
Kira-kira pukul sembilan kontingenku mulai menuju lapangan dan ikut meramaikan acara pembukaan pionir. terik mentari perlahan-lahan mulai menyapa gelora hijau yang sudah ditata rapi oleh panitia dengan berbagai dekorasi. kami berbaris diantara seribu lebih kontingen yang datang dari berbagai daerah diseluruh nusantara. Diam-diam seorang jurnalis melirik barisan kami dari kejauhan dan dengan sedikit tergesa dia mendekat, sekedar untuk menyampaikan bahwa dia pernah ke padang dan sangat kagum pada orang minang. karena ketika datang ketanah minang dia mendapatkan sikap yang sangat baik dan ramah dari masyarakat. Ya, itulah yang membuat dia kagum dan sangat menghargai orang padang.
Satu keceriaan juga ku rasakan pada saat pawai ta’aruf. Berbaris dibelakang kami kontingen jayapura yang tampak semangat melantunkan yel-yelan mereka, meski sudah berjalan jauh dibawah terik matahari. Wajah lugu dan sikap narsis mereka tidak bisa kulupakan, apalagi yel-yelan yang sering mereka nyanyikan menunjukkan ciri khas mereka sebagai seorang anak papua. Kira-kira liriknya seperti ini ”hitam kulit, keriting rambut, aku papua.” sampai-sampai aku dan teman-teman pun ikut nyanyi bersama mereka.
Aku baru tahu kalau malam ini kelompokku tampil debat bahasa arab lawan stain ponorogo. rasa cemas dan takutpun datang menyelimuti hatiku karna tampil dihari pertama, apalagi persiapanku belum seberapa. aku deg-degan seolah-olah akan berhadapan dengan bagian keamanan waktu di pondok dulu.hehehehe.
 Ketika  perdebatan berlansung, tak banyak yang bisa kukemukakan. Lidahku serasa berat sekali sehingga sedikit kalimat yang terucap. Untung temanku Rezy tak merasakan hal yang sama denganku, sehingga dia bisa lebih leluasa berpikir dan berbicara. Walhasil, kelompok kami masuk 20 besar dan akan berhadapan dengan IAIN Banjarmasin pada malam berikutnya. Kali ini aku benar-benar ciut karna lawan yang akan kuhadapi sangat pintar. Sebelumnya aku sempat melihat penampilan mereka melawan Stain batusangkar, sungguh bagus dan lancar sekali bahasa arab mereka. Aku tidak bisa lagi konsentrasi mempersiapkan bahan untuk debat,  sepertinya aku kalah sebelum bertanding. Ya, itulah yang aku rasakan. Namun pada saat tampil, aku sedikit percaya diri dibanding malam sebelumnya, tapi tetap saja tak banyak bicara. Selain bahan bacaanku sedikit, waktu yang diberikan juri untuk kelompokku juga tidak banyak. Sehingga nasib kami kurang beruntung dan belum bisa meraih kemenangan. Namun banyak hal yang ku dapat dari pertandingan ini. Selain pengalaman, banyak pelajaran yang bisa kujadikan alat ukur untuk diriku khususnya, otomatis menjadi cambuk motivasi untuk terus maju dan miningkatkan diri.
Dalam pertandingan pasti ada kalah dan menang, dan hari ini adalah kemenanganku yang masih tertunda, tapi aku yakin dilain waktu dan dilain tempat aku pasti bisa sukses, amin.
Beberapa orang temanku masih ada yang bertanding dihari ke-3 dan ke-4, yaitu tim takraw dan tilawah putra,  mereka mewakili kampusku masuk kebabak final. Aku dan teman-teman tak pernah absen menjadi suporter, setidaknya kehadiran kami bisa menambah semangat dan percaya diri mereka. Hujan dan panas tak sedikitpun kami hiraukan, yang penting kami hadir ditengah mereka untuk memberikan teriakan dan sorakan yang membawa semangat untuk mereka.
Akhirnya tibalah acara puncak , acara yang sangat dinanti-nantikan oleh para peserta pionir. disebuah gedung olahraga penuh sesak oleh para peserta dan panitia acara. Malam ini juga akan diumumkan pemenang2 tiap pertandingan. Kampusku dapat 1 emas dan 1 perak, kami bersyukur karna ada buah tangan yang bisa kami persembahkan untuk IAIN tercinta. Dan yang mendapatkan juara umum pada pionir kali ini adalah STAIN Palopo.

1 november 2010
Pagi ini matahari tak secerah biasanya, begitu juga hatiku. Aku sedih karna harus meninggalkan kota bone, walaupun sudah beberapa hari aku tinggal disini. tapi ya harus gimana lagi, tiket sudah dipesan dan aku harus balik lagi kepadang kuliah seperti biasanya. Namun kota bone kan selalu terkenang olehku. masyarakatnya, bangunan-banguanya, suasananya dan segala yang pernah kulihat tak kan pernah kulupakan. Selamat tinggal bumi arung palakka, kuberharap bisa kesini lagi dilain waktu.
 Selama diperjalanan menuju makassar mataku selalu liar menangkap pemandangan-pemandangan nan indah dan asri. Kali ini perjalananku sangat menyenangkan dan nyaman. Dengan bis kampus dari makassar kami langsung menuju gowa yaitu kawasan kampus 2 UIN Alauddin Makassar. Aku sungguh takjub ketika  melihat pemandangan saat memasuki gerbang kampus UIN alauddin. Kampusnya sangat luas, bangunannya unik, besar dan bertingkat-tingkat, jauh beda bila dibandingkan dengan kampusku. Ketika aku dibawa kepenginapan, mereka menyambut kedatangan kami dengan ramah dan senang. Itu yang membuatku kagum terhadap mereka. Sesore-sore haripun mereka mengajak kami jalan-jalan keliling kota makassar, menikmati suasana malam dipinggir pantai kota. Baru kali ini kumelihat ada kota diatas laut. kata orang laut itu didam dan dijadikan kota, jadilah kota diatas laut. Ada juga masjid terapung yag masih dalam masa pembangunan. Benar-benar kota yang indah dan megah.
Aku juga sempat mencoba pisang epe khas makassar, menurutku makanan itu seperti pisang bakar kalau dipadang. Kemudian kami dibawa ke karebossi, lapangan bola yang dibawahnya ada supermarket. Setelah puas berbelanja membeli oleh-oleh untuk ku bawa kepadang, akhirnya kami kembali kepenginapan di wisma uin alauddin.

2 november 2011
Hari ini akau dan rombongan harus balik lagi kepadang.  Padahal aku ingin sekali berlama-lama dikota makassar, biar aku bisa jalan-jalan dan keliling kota sepuasnya,hehehe. But, it’s time for going back to my city. good by sulawesi. I hope I can visit you another time. 

0 comments:

Posting Komentar