MEMBANGUN SEMANGAT ENTREPRENEURSHIP;
Suatu Upaya Untuk Meningkatkan Perekonomian dalam Perspektif Al-Qur'an
A. Pendahuluan
Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin di Indonesia
mencapai 28,01 juta orang (10,86 persen), berkurang sebesar 0,50 juta orang
dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13
persen).[1] Meski demikian angka tersebut bukan berarti
menunjukkan bahwa problem kemiskinan di negeri ini telah selesai. Sebab pada
kenyataannya masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan masih ada di
mana-mana. Islam, sebenarnya menolak paham yang “mensucikan”
kemiskinan walaupun kemiskinan tidak berarti kehinaan. Islam juga menolak paham
yang menggantungkan kebajikan dan pemberian orang lain untuk mengentaskan kemiskinan.
Prinsip yang
dikehendaki Islam adalah bahwa kemiskinan harus diatasi melalui upaya diri
sendiri dan masyarakat itu
sendiri melalui konsep kerja. Mengatasi kemiskinan memang termasuk masalah yang berat dan sukar, karena
sebab-sebab terjadinya kemiskinan itu amat banyak.[2] Salah satu penyebabnya
adalah kemalasan dan tiadanya kesungguhan dalam berusaha atau
bekerja. Maka, masalah mengentaskan kemiskinan akan berarti menggerakkan
masyarakat untuk rajin bekerja dan menciptakan kondisi agar orang bisa bekerja
dengan semangat entrepreneurship.[3]
Menurut David McClelland, suatu negara akan menjadi makmur apabila mempunyai Entrepreneur
sedikitnya 2% dari jumlah
penduduk suatu negara. Sementara itu Chairul Djamhari, Deputi Bidang Restrukturisasi dan
Pengembangan Usaha Kementerian
Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa jumlah pengusaha di Indonesia hanya sekitar 1,26
persen.[4] Dari data tersebut
terlihat bahwa Indonesia mengalami krisis karakter ditambah lagi kondisi
ekonomi yang kurang berkembang sebab jumlah entrepreneurship yang masih
sedikit.
Dalam tulisan ini,
penulis mencoba menawarkan sebuah upaya untuk meningkatkan perekonomian dengan menggali
nilai-nilai al-Qur’an sebagai spirit untuk membangkitkan semangat bekerja
melalui wirausaha atau entrepreneurship. Al-Qur’an memandang entrepreneurship sebagai
pekerjaan yang menguntungkan dan menyenangkan. Seringkali Al-Qur’an mengungkap
bahwasannya pekerjaan entrepreneurship dalam artian sempit
“berdagang” adalah sebuah
pekerjaan yang paling menarik. Lebih maju dari semua pandangan yang ada, Nabi
Muhammad sendiri dalam berbagai
hadits juga menyebutkan bahwa para pedagang (pebisnis) sebagai pelaku ekonomi
dilegalisasi sebagai profesi terbaik, bahkan memberikan motivasi yang kuat dan
mewajibkan umat Islam untuk menguasai perdagangan. “Hendaklah kamu
kuasai bisnis, karena 90 % pintu rezeki ada dalam bisnis. (H.R.Ahmad)”.[5]
Karenanya artikel ini
akan menjelaskan bagaimana menumbuhkan semangat entrepreneurship yang digali
dari ayat-ayat Al-Qur’an.
B. Entrepreneurship dan Karakteristiknya
Sebelum
membahas tentang ayat-ayat entrepreneurship, terlebih dahulu
penulis akan menjelaskan pengertian entrepreneurship itu sendiri. Menurut
Kuratko dan Hodgetts sebagaimana dikutip oleh Manurung (2005:xxii), menyatakan
bahwa entrepreneur (wirausahawan), berasal dari bahasa Prancis entreprende
yang berarti mengambil pekerjaan (to undertake). Konsep mengenai
entrepreneur adalah : the entrepreneur is one who undertake to organize,
manage, and assume the risk of business.[6] Inti dari pengertian tersebut, apabila disingkat dalam
satu kata adalah bekerja. Bekerja mencari nilai (bisa berupa nilai kepuasan dan
material) dengan cara berbisnis (jual beli jasa dan barang) dan menjadikan resiko
bisnis sebagai tantangan untuk berkembang serta dibekali dengan kemampuan
komunikasi dan menagemen yang baik untuk mengelola sumber daya manusia, alam
dan sebagainya demi sebuah kesuksesan.[7]
Sri Edi
Swasono (1978:38), berpendapat bahwa entrepreneur adalah pelopor dalam bisnis,
inovator, penanggung
risiko yang mempunyai visi kedepan dan memiliki keunggulan dalam prestasi dibidang usaha.
Sedangkan Dun Steinhoff dan John F.
Burgess, entrepreneur adalah orang yang mampu mengorganisasikan, mengelola, dan berani
dalam menanggung risiko dari kegiatan
usaha yang dilakukan. Tokoh entrepreneurship
Indonesia, Dr. Ciputra, seorang pengembang
property dengan kemampuannya berusaha mengembangkan entrepreneurship
dalam lingkungan kerja diperusahaannya.
Dalam acara ulang tahun Dr. Ciputra ke-82, beliau menyampaikan bahwa entrepreneurship harus
dijadikan budaya untuk mengembangkan
SDM dalam perusahaan, karena pada hakikatnya entrepreneurship merupakan pembangunan karakter.[8]
Dari beberapa pendapat di atas, maka kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa entrepreneur adalah
individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan memiliki motivasi
tinggi, yang beresiko dalam mengejar tujuannya. Untuk dapat mencapai tujuan-tujuannya, maka
diperlukan sikap dan perilaku yang mendukung pada diri seorang wirausahawan.
Ciri-ciri seorang wirausahawan menurut Meredith ada enam macam dengan satu
tambahan sifat jujur dan tekun sebagai berikut :[9]
1.
Percaya diri, keyakinan, kemandirian,
individualitas, optimisme
2.
Berorientasikan tugas dan hasil,
3.
Pengambil resiko, memiliki kemampuan mengambil
resiko dan suka pada tantangan.
4.
Kepemimpinan, bertingkah laku sebagai
pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan suka terhadap saran kritik yang
membangun.
5.
Keorisinilan, memiliki inovasi dan
kreativitas tinggi, fleksibel, dan memiliki jaringan bisnis yang luas.
6.
Berorientasi kemasa depan, memiliki persepsi
dan cara pandang pada masa depan.
7.
Jujur dan tekun, memiliki keyakinan bahwa
hidup itu sama dengan kerja.
Sikap dan
perilaku di atas, harus dimiliki oleh
seorang entrepreneur sehingga dapat
berusaha profesional dan bisa membebaskan dirinya dan orang lain dari
kemiskinan. Pada sub bab berikutnya penulis akan mengkaji sikap seorang
entrepreneur berbasis Al-Qur’an.
C.
Entrepreneurship dalam Al-Qur’an
Di dalam
Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyerukan kepada manusia untuk bekerja.
Setidaknya terdapat
kurang lebih 602 kata yang bermakna kerja, termasuk kata bentukannya. Kata yang
sering digunakan adalah kata dasar ‘amal (perbuatan), kata ‘amila (bekerja)
terdapat kurang lebih 22 kali, kata ‘amal sendiri ditemui sebanyak 17
kali, sedangkan kata ‘amilu> (mereka telah mengajarkan) terdapat 73
kali. Kata ‘amila dapat dijumpai misalnya, pada surah al-Baqarah/2: 62,
an-Nah}l/16: 97, dan Ga>fi>r/40: 40; sementara kata ‘amal terdapat
dalam surah Hu>d/11: 46, Fa>tir/35: 10; sementara dalam surah al-Ah}qa>f/46:
19 dan an-Nur>/24: 55 terdapat penggunaan kata wa’amilu>.[10]
Semangat Entrepreneurship
dalam al-Qur’an juga telah diterangkan diantaranya terdapat dalam surah
QS. Hud: 61, “Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu Dan kepada tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu”. tuhan selain
Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-nya, kemudian bertobatlah kepada-nya. Sesungguhnya tuhanku amat
dekat (rahmat-nya) lagi memperkenankan (doa hamba-nya).”
dekat (rahmat-nya) lagi memperkenankan (doa hamba-nya).”
Kemudian pada surah QS.Al-Mulk:15“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu,
maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah
sebahagian dari rezeki-nya. Dan hanya kepada-nyalah kamu (kembali setelah)
dibangkitkan.“dan surah
QS.Al-Jumuh:10, “Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung.” Sedangkan dalam surah QS. AlBaqarah: 275 yang artinya : “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba“, secara jelas
diperintah untuk melakukan perniagaan secara baik.
Entrepreneurship
adalah salah
satu dari banyak aspek dalam kehidupan yang
dibahas dalam Al – Quran, ada bukti dalam Quran yang menunjukkan pentingnya melakukan Entrepreneurship. Misalnya dalam surah QS
Al - A’raf : 10, Allah SWT telah berfiman: “Sesungguhnya Kami telah
menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi
(sumber) penghidupan. Amat
sedikitlah kamu bersyukur”. Hal yang sama juga disebutkan dalam Al-Quran surah QS. Al - Qashash : 73: “Dan
karena rahmat-nya, Dia jadikan
untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian
dari karunia-nya (pada siang
hari) dan agar kamu bersyukur kepada-nya”.
D.
Upaya Meningkatkan Perekonomian dalam Ayat-Ayat Entrepreneurship
Sebelumnya telah disebutkan bahwa salah satu penyebab rendahnya perekonomian adalah karena sikap mental yang malas
bekerja dan karakter entrepreneurship yang sangat sedikit. Untuk itu, penulis mencoba menggali ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa menawarkan
cara penyelesaiannya dengan semangat bekerja. Bekerja tidak harus menunggu pekerjaan yang datang dari orang lain,
namun pekerjaan itu bisa diciptakan sendiri dengan kemauan yang tinggi dan
sikap percaya diri. Salah satu pekerjaan yang dapat dimulai sendiri adalah
berwirausaha atau entrepreneurship. Sikap
mental kerja keras ini perlu disuntikkan kepada mereka yang lemah kemauannya
agar timbul semangat untuk bekerja mengubah nasibnya. Sebagaimana firman Allah
SWT :
Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.
Disini akan
kita kaji beberapa ayat yang berkaitan dengan perintah bekerja keras sebagai
langkah awal untuk menjadi entrepreneur, serta bagaimana seorang entrepreneur
menjalankan usaha sesuai syari’at.
·
Q.S. al-Jumu’ah ayat 10
فَإِذَا
قُضِيَتْ الصَّلاَةُ فَانتَشِرُوا فِي الأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Dalam ayat ini
Allah menerangkan bahwa setelah selesai
melakukan salat Jum’at, umat Islam boleh bertebaran
di muka bumi untuk melaksanakan urusan duniawi, dan berusaha mencari rezki yang halal,
setelah menunaikan yang bermanfaat untuk akhirat. Dengan demikian tercapailah kebahagiaan dan
keberuntungan di dunia dan akhirat. Tampak jelas bahwa Allah tidak
memberi peluang bagi seseorang untuk menganggur sepanjang saat yang dialami
dalam kehidupan dunia ini, sebagaimana firman Allah:
Maka apabila
kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain. (QS. Al-Insyirah; 94:7)
Menurut Quraish Shihab, kata Faraghta
diambil dari kata faragha, yang berarti “kosong setelah sebelumnya
penuh”. Kata ini tidak digunakan kecuali untuk menggambarkan kekosongan yang
didahului oleh kepenuhan, termasuk keluangan, maka waktu antara selesainya
pekerjaan pertama dan dimulainya pekerjaan selanjutnya yang didahului oleh
kesibukan. Seseorang yang telah memenuhi waktunya dengan pekerjaan, kemudian ia
menyelesaikan pekerjaan tersebut, maka waktu antara selesainya pekerjaan
pertama dan dimulainya pekerjaan selanjutnya dinamai faragha. Ayat di atas berpesan, “ kalau engkau dalam keluangan
sedang sebelumnya engkau telah memenuhi waktumu dengan kerja, maka “fanshab”.
Kata fanshab antara lain berarti berat, letih. Pada mulanya ia berarti “menegakkan sesuatu sampai
nyata dan mantap”.[11]
Menurut hemat penulis, ayat ini sangat
mengecam seseorang yang tidak mau bekerja atau menganggur. Bahkan Allah
memerintahkan kita untuk menggunakan waktu semaksimal mungkin, meskipun pada
waktu luang.
·
Q.S. Al-Kahfi ayat110
قُلْ إِنَّمَا
أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَ
يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia
biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu
itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.
Ayat ini cukup
menarik dan memiliki kelebihan yang hebat dibanding yang lain. Dalam ayat ini,
dinyatakan secara jelas bahwa barang siapa yang ingin bertemu dengan
Allah Swt maka kerjakanlah amal shaleh. Penulis memahami bahwa kalimat “mengerjakan amal shaleh” dalam ayat ini tidak hanya amal saleh
seperti shalat, puasa dan shodaqoh. Akan tetapi bekerja juga bisa diartikan sebagai amal shaleh, apalagi pekerjaan yang bisa
membebaskan diri dari kemiskinan seperti wirausaha atau entrepreneurship. Ini artinya
bekerja itu sama dengan mengharapkan bertemu Allah Swt, sebuah reward yang
paling tinggi yang pernah diberikan Allah swt kepada hamba-Nya, yakni
perjumpaan dengan-Nya.
·
Q.S. al-Taubah ayat 105
وَقُلْ
اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا
كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah
dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu
akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Pada
dasarnya ayat ini memerintahkan semua dan setiap orang untuk berusaha termasuk
usaha ekonomi. Semua usaha dipastikan akan menuai hasilnya/pembalasan, dan yang
berhak memberikan pembalasan atau imbalan itu adalah Allah Swt Dzat Yang Maha
Mengetahui hal-hal yang gaib disamping hal-hal yang tampak.[12] Secara implisit
ayat tersebut juga menjelaskan kepada semua umat bahwa bekerja
itu tidak semata-mata urusan dunia. Berkerja tidak saja berimplikasi kepada
dunia, tetapi juga akhirat. Kelak pekerjaan itulah yang akan dinilai oleh
Allah. Maka, seseorang hendaklah bekerja diawali dengan niat ibadah kepada
Allah Swt.
·
Q.S. al-Baqarah ayat 168
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً وَلاَ تَتَّبِعُواْ
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.”
Dalam berusaha, Islam mengharuskan manusia untuk hanya mengambil
hasil yang halal, meliputi halal dari segi materi, halal dari cara
perolehannya, serta juga harus halal dalam cara pemanfaatan atau penggunaannya.
Termasuk sifat mulia yang dimiliki oleh para Nabi dan orang-orang yang shaleh
adalah mencari nafkah yang halal dengan usaha mereka sendiri, dan ini tidak
melalaikan mereka dari amal shaleh lainnya, seperti berdakwah di jalan
Allah Ta’ala dan memuntut ilmu agama. Sesungguhnya segala
sesuatu yang tidak halal termasuk yang syubhat tidak boleh menjadi obyek usaha
dan karenanya tidak mungkin menjadi bagian dari hasil usaha. Namun dalam realita kehidupan, masih banyak
kecurangan dan penipuan yang marak terjadi, seperti korupsi, ketidak jujuran dalam
berdagang, transaksi narkoba, miras, perjudian, dan lain-lain.
Semua itu mengindikasikan bahwa kesejahteraan dan kemakmuran di negara ini
masih jauh.
Bila ditarik
pada konteks entrepreneurship, ayat ini memberikan petunjuk yang
universal bagi para entrepreneur bahwa bekerja dan berbisnislah secara halal
dan baik, halal caranya, baik barangnya. Hal ini nampaknya memang logis, karena
hasil usaha yang dimakan adalah termasuk kebutuhan yang paling vital
dalam mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Dengan makanan yang baik,
seseorang dapat bertenaga, bergairah dan bersemangat untuk bekerja dan
beribadah.[13]Dan
jangan sekali-kali melakukan kecurangan (perbuatan setan) dalam bekerja:
memonopoli perdagangan, mengurangi timbangan dan sebagainya. Karena
sesungguhnya kecurangan dalam bekerja dan berbisnis hanya akan merugikan
pelakunya sendiri. Oleh karena itu, jadikanlah kecurangan dalam bekerja dan
berbisnis sebagai musuh nyata yang harus dihilangkan.
·
Q.S. al-Mulk ayat 15
هُوَ الَّذِي
جَعَلَ لَكُمْ الأَرْضَ ذَلُولاً فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ
رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُور
“Dialah yang
menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan”.
Ayat di
atas merupakan ajakan bahkan dorongan kepada umat manusia secara umum dan kaum
muslimin khususnya agar memanfaatkan bumi sebaik mungkin dan menggunakannya
untuk kenyamanan hidup mereka tanpa melupakan generasi sesudahnya.[14]
Allah memerintahkan agar manusia berusaha dan mengolah alam untuk kepentingan
mereka guna memperoleh rezki yang
halal. Hal ini berarti bahwa tidak mau berusaha dan bersifat pemalas
bertentangan dengan perintah Allah. Dalam hal ini Tafsir Depag
RI mengutip hadis Rasulullah yang
diriwayatkan oleh Ah}mad dari Umar bin Khat}t}a>b, sesungguhnya ia
mendengarkan Rasulullah bersabda:“Jika kalian benar-benar bertawakal kepada
Allah, niscaya kalian akan diberi rezki sebagaimana Allah memberikan rezeki-Nya
kepada burung. Pergi mencari rezeki dengan perut yang kosong, dan petang hari
ia kembali ke sarangnya dengan perut yang berisi penuh.” (HR.
at-Tirmizi>, Ah}mad, al-Baihaqi>, dan Abu> Da>wud dari ‘Umar bin
al-Khat}t}a>b).[15]
Al-Qur’an sangat menentang tindakan malas
dan menyia-nyiakan waktu, baik dengan cara berpangku tangan dan tinggal diam
atau melakukan hal-hal yang tidak produktif. Al-Qur’an selalu menyeru manusia
untuk mempergunakan waktu dengan cara menginvestasikannya dalam hal-hal yang
akan menguntungkan dengan selalu mempergunakannya dalam tindakan-tindakan dan
kerja yang baik.[16]
Adalah sesuatu yang tidak bisa disangkal bahwasannya semua bentuk hasil
produksi adalah hasil daripada sebuah kerja. Dan setiap perkembangan dalam hal
kualitas dan kuantitas produksi juga sangat tergantung pada sebuah kerja. Maka,
Islam selalu menyerukan untuk selalu
bekerja dan berjuang, serta melarang segala bentuk praktek kemalasan dan pangku
tangan.[17]
·
QS. Al-Shaf ayat 10-11
“Hai orang-orang yang
beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?, (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan rasulnya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?, (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan rasulnya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Dalam hal kesuksesan, seorang Entrepreneur Muslim harus memiliki kepribadian yang berbasis Islam.
Inilah yang membedakan Entrepreneur Muslim
dari Entrepreneur non
- Muslim. Kepribadian Entrepreneur Muslim adalah iman dan taqwa
kepada Allah SWT, sesuai dengan fiman Allah dalam Surah QS Al - Sof : 10-11. Mohammad Sahar telah menulis beberapa karakteristik pengusaha Muslim agama yaitu:
1. Melaksanakan perintah Al - Quran setiap hari
2. Melakukan sholat 5 kali sehari
3. Melakukan zakat ( persepuluhan )
4. Menyumbangkan kepada orang miskin dan mereka yang membutuhkan
5. Melakukan shalat pagi ( Dhuha ) dan shalat malam
6. Berdo’a dan bersyukur
Disamping itu, hadis-hadis Nabi Muhammad pun mengisyaratkan
hal yang sama. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang artinya :
لأن يأخذ أحدكم
حبله ثم يغدوا إلى الجبل فيأتي بحزمة حطب فيبيعها فيكف الله بها وجهه خير له من ن
يسأل الناس أعطواه أو منعوه ( رواه الشيخان )
“Sesungguhnya apabila seseorang diantara kamu
semua mengambil tambangnya kemudian mencari kayu bakar dan diletakkan diatas
punggungnya, maka hal itu adalah lebih baik dari pada ia mendatangi seseorang
yang telah dikaruniai rezeki oleh Allah dari keutamaan-Nya, kemudian ia meminta
kepada orang itu yang mungkin ia memberinya atau menolaknya. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Dorongan
bekerja keras juga diberikan oleh para sahabat Rasulullah SAW, bahkan mereka
telah mempraktekkannya dengan sebaik-baiknya. Sahabat Abu Bakar, Umar, Usman,
dan Ali dikenal sebagai para pedagang yang sukses. Umar Bin Khattab misalnya
berkata “ Janganlah sekali-kali seseorang diantara kamu hanya duduk-duduk saja
dan tidak suka berusaha untuk mencari rizki dan hanya berdo’a: “ Ya Allah
berilah hamba rizki”. Tidakkah kamu semua telah mengetahui bahwa langit itu
tiak akan menurunkan hujan emas atau perak”. Sahabat lainnya yang bernama Ibnu
Mas’ud juga berkata : “saya ini benar-benar tidak suka kepada seseorang yang
hanya menganggur saja, tidak berusaha untuk kepentingan dan urusan keduniaannya
dan tidak pula berusaha untuk keakhiratnya.[18] Sementara dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan
agar seseorang menerapkan sikap yang adil dan berlaku adil dalam berusaha untuk
dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah :
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Menurut Al-Ghazali bahwa yang dimaksud dengan
berlaku adil dalam ayat tersebut adalah merupakan sebab timbulnya keselamatan,
yaitu selamatnya seorang pengusaha dari modal pokoknya, sedangkan berlaku baik
adalah sebagai penyebab timbulnya kebahagiaan dan memperoleh keuntungan.[19]
Anjuran bekerja
keras dengan berwirausaha sebagaimana diuraikan di atas merupakan salah satu tawaran dalam rangka meningkatkan perekonomian. Sikap mental
dan kerja keras ini perlu disuntikkan timbul semangat untuk bekerja dan meningkatkan
perekonomian.
E.
Kesimpulan
Di akhir
pembahasan ini dapat penulis simpulkan bahwa upaya untuk meningkatkan
perekonomian dan mengentaskan
kemiskinan merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena banyaknya sebab-sebab yang
membawa kepada terjadinya kemiskinan. Namun Al-Qur’an
memberikan solusi dengan adanya ayat-ayat yang mendorong dan menganjurkan
manusia untuk keluar dari jerat kemiskinan, yakni dengan menyemangati manusia
untuk bekerja dan berusaha. Wirausaha atau entrepreneurship dalam
Islam merupakan kewajiban yang menjadi ibadah bagi pelakunya, bahkan bekerja
menjadi salah satu ciri orang yang beriman. Sehingga bekerja sejatinya adalah
beribadah kepada Allah swt. Kesadaran-kesadaran inilah yang harus terus
ditumbuhkan di dalam diri umat Islam sehingga semangat enterpreneurship bisa
bangkit dan terwujud dalam
kreativitas kerja yang nyata.
Kesadaran-kesadaran
tersebut adalah : pertama, bekerja itu ibadah. Kedua, bekerja
secara baik dan profesional itu akan dibalas dengan pertemuan dengan Allah
swt. Ketiga, bekerja akan mendapatkan keutungan dunia
akhirat. Keempat, bekerja adalah salah satu ciri dan
karkteristik orang beriman.
Daftar Pustaka
Al-Qur’anul
Karim
Ahmad, Mustaq. Etika
Bisnis dalam Islam. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2001.
Asep Usman Ismail, Al-Qur’an dan
Ksejahteraan Sosial. Tangerang:Lentera Hati, 2012.
Ashfahani,
Al-Raghib, Al-Mufradat Mu’jam al-Maqayis, Ibn faris.
At}-T{ahawi, Ibrahim.
Al-Iqtis}a>d al-Isla>mi>. Kairo:
MAjma’ al-Buhu>th al-Isla>miyyah, 1974.
Hamka, Tafsir
Al-Azhar. Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984.
M.Yunus, Islam dan Kewirausahaan Inovatif,
Yogyakarta : UIN Malang Press, 2008
Nata, Abuddin, Kajian Tematik Al-Qur’an
tentang konstruksi Sosial. Bandung : Angkasa, 2008.
Nur, Abdul
Rachman. Landasan Pemikiran
Ekonomi Islam Kontemporer. Jakarta:
Gramedia, 2003), Cet. ke-3, 43.
Shihab, M
Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Al-Mizan, 1997.
Suma,
Muhammad Amin. Tafsir Ayat Ekonomi:
Teks, Terjemah, dan Tafsir.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka, 1999.
http:/psq.or.id/artikel/ibadah-dan-kerja,
pada tanggal 14 Desember 2012
[3] Dawam Raharjo, “Kemiskinan dan Kemakmuran: Pandangan Islam” Mimbar
Ulama, Tahun III, No. 23 (1987), 40.
[4] Ciputra, ciputra
Quantum Leap: Entrepreneurship Mengubah Masa Depan Bangsa dan Masa Depan Anda, (Jakarta: Kelompok Gramedia, 2013), hal.
37.
[5] Abdul
Rachman Nur, Landasan Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer (Jakarta: Gramedia, 2003), Cet. ke-3, 43.
[10] Lajnah Pentashhihan Mushaf
al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, Tafsir al-Qur’an
Tematik; Pembangunan Ekonomi Umat (Jakarta: Lajnah
Pentashhihan Mushaf al-Qur’an, 2009), 310
[11] M.Qurish Shihab, Ibadah Kerja, diambil dari artikel website
PSQ, http:/psq.or.id/artikel. Pada tanggal 10 Februari 2017.
[15] Kualitas
hadis adalah s}ah}i>h sebagaimana disebutkan dalam kitab Ja>mi’
al-Kabi>r li al-Suyu>t}i> “s}ah}i>h} isna>duhu. Lihat Al-Suyu>t}i>,
Ja>mi’ al-Kabi>r li al-Suyu>t}i>, Bab H{arfu la>m, Juz.I,
16899.
[17] Ibrahim
At}-T{ahawi, Al-Iqtis}a>d al-Isla>mi> (Kairo: MAjma’
al-Buhu>th al-Isla>miyyah, 1974), 237.