Sabtu, 21 September 2019

Pejuang Islam Itu Harus Berani Berkurban dan Berkorban

Tulisan dengan judul “Pejuang Islam Itu Harus Berani Berkurban dan Berkorban” ini berkaitan dengan dua hari besar yang kebetulan bersamaan pada bulan Agustus tahun 2018. Dimana seluruh Rakyat Indonesia khususnya umat Islam merayakan dua hari bersejarah, yaitu Hari Kemerdekaan RI ke 73 pada tanggal 17 Agustus dan Hari Raya Idul Adha pada tanggal 22 Agustus. Jika dirunut kebelakang, baik sejarah kemerdekaan Indonesia maupun Idul Adha tidak terlepas dari kata korban dan kurban, dua kata yang berbeda meskipun sekilas terlihat sama, yaitu sama-sama membutuhkan kerelaan, keikhlasan, keteguhan, dan kesanggupan hati untuk berbagi dengan yang lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kurban artinya persembahan kepada Allah Swt, seperti sapi dan kambing yang disembelih di Hari Raya Idul Adha. Tindakan atau ritual penyembelihan sapi itulah yang disebut kurban. Adapun orang yang sedang mempersembahkan hewan kurban  berarti ia sedang berkurban. Sedangkan korban diartikan sebagai pemberian untuk menyatakan kebaktian (kerelaan hati). Berkorban artinya memberikan sesuatu untuk keselamatan orang lain sebagai tanda bakti, seperti pahlawan kemerdekaan yang telah banyak mengorbankan  harta dan bendanya untuk kemerdekaan tanah air Indonesia ini.
Sebagaimana kita tahu bahwa Kemerdekaan Indonesia ini direbut oleh para pejuang dengan pengorbanan yang tidak mudah. Tidak bisa dinafikan bahwa ada peran besar dari pejuang muslim yang turun langsung memperjuangkan kemerdekaan, bahkan tidak terhitung lagi para syuhada yang mengorbankan jiwa dan raga mereka. Pengorbanan itulah yang telah mengantarkan seluruh Rakyat Indonesia dapat merasakan kemerdekaan.
Meski kemerdekaan sudah diraih, bukan berarti masyarakat Indonesia bisa berleha-leha, bermalas-malasan dan bahkan terlena menikmati keadaan. Kita akui memang Indonesia telah bebas dari penjajahan Belanda, akan tetapi ada penjajahan yang lebih besar lagi tengah dihadapi oleh generasi Islam saat ini. Kondisi ini banyak dikenal orang sebagai The New Colonialism, penjajahan baru yang ternyata lebih dahsyat dari penjajahan klasik. Dimana penjajahan  klasik sangat disadari oleh masyarakat yang dijajah dan mereka sangat tahu kalau dirinya sedang dijajah. Sedangkan The New Colonialism (penjajahan baru) amat sangat sulit dipahami oleh rakyat. Mereka merasa hidup baik-baik saja, padahal sejatinya sedang dijajah melalui pemikiran (ghazwul fikri) yaitu sebuah gerakan untuk memerangi atau merusak pikiran generasi muda khususnya generasi muslim. Media TV, sepakbola, rokok, narkoba, internet, musik, sosmed, komedi, film, dan lain-lain merupakan sebagian dari cara sistematik untuk membuat masyarakat buta terhadap kondisi penjajahan yang sedang terjadi.
Untuk itu, generasi Isam harus selalu berjuang melawan segala bentuk penjajahan modern dengan meningkatkan Iman dan Taqwa, mempertahankan Akidah Islam, serta membantu saudara-saudara sesama Muslim yang saat ini tengah dijajah. Tak mengapa harus mengorbankan harta, pikiran, bahkan jiwa dan raga sekalipun demi mendapat kemerdekaan hakiki yang diridhoi Allah Swt.
Setelah mendapat banyak kebaikan dan Karunia dari Allah SWT maka umat Islam haruslah “berkurban” untuk mendatangkan berbagai kebaikan. Sebagaimana dalam Al-quran surah al-Kautsar ayat 1-2 ditegaskan, setelah disebutkan kenikmatan yang besar, Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk mendirikan shalat dan berkurban sebagai bukti rasa syukur atas nikmat-nikmat itu. Maka di bulan Zulhijjah inilah kesempatan umat Islam untuk berkurban, sebagai bukti ketundukan secara total terhadap perintah Allah dan menghindar dari hal yang dilarang- Nya. (H)

0 comments:

Posting Komentar