Rabu, 13 Maret 2019

KULIAH UMUM ILMU KALAM BERSAMA DR. HENRI SHALAHUDDIN, MIRKH


STIQ Ar-Rahman Bogor kedatangan seorang “pendekar pemikiran Islam” Dr. Henri Shalahuddin, MIRKH pada Jum’at (30/11/2018) lalu.  Beliau adalah peneliti senior INSIST, meraih gelar Doktor Universiti Malaya Kuala Lumpur dalam Pemikiran Islam, dengan judul disertasi: “Wacana Kesetaraan Gender dalam Pemikiran Islam di Institusi Pengajian Tinggi Islam di Indonesia.” Lulusan KMI Pesantren Modern Gontor ini juga aktif menulis artikel, makalah dan buku. Beliau menyelesaikan gelar sarjana di Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor tahun 1999, dan menyelesaikan gelar magister dalam bidang ushuluddin di Internasional Islamic University Malaysia (IIUM) tahun 2003.  
Pada kesempatan kali ini, Henri Shalahuddin mengisi Kuliah Umum Ilmu Kalam di hadapan seluruh Mahasiswa. Para Mahasiswa dan Dosen yang hadir menyambut dengan antusias agenda yang dilaksanakan di Aula STIQ Ar-Rahman tersebut. Menurut Henri, pembahasan mengenai Ilmu Kalam dalam Islam sebenarnya bukanlah kajian baru, karena pembahasan itu banyak dijumpai dalam kitab-kitab Akidah, baik klasik maupun kontemporer. Kerena banyaknya penyebutan lain dari Ilmu ini, maka Ilmu Kalam menempati kedudukan yang tinggi dan cukup terhormat dalam tradisi keilmuan kaum Muslim. Diantara nama-nama lain dari Ilmu Kalam yaitu: Ilmu Tauhid, Ilmu Aqa’id, Ilmu Ushuluddin, Ilmu Asma’ wa Shifah, dan Teologi Islam.
Beliau menegaskan bahwa Ilmu Kalam bukanlah disiplin ilmu yang berbahaya dan menyesatkan sebagaimana penilaian sebagian ulama, sehingga harus dihindari dan dijauhi. Akan tetapi, mempelajari Ilmu Kalam ini sangatlah penting untuk menjaga akidah agar tidak mudah diombang ambing oleh peredaran zaman. Perumpamaan pentingnya Ilmu Kalam ini seperti pentingnya obat untuk kesembuhan penyakit hati. Sesuai definisinya, ilmu kalam adalah ilmu yang mengkaji pokok-pokok keimanan dengan dalil-dalil ‘aqli dan menolak para pembuat bid'ah dalam masalah keimanan yang menyimpang dari madzhab salaf dan Ahlussunnah. Selain itu, Ilmu Kalam juga memiliki pengaruh yang besar bagi semua ilmu, seperti: tasawuf, filsafat, maupun fiqih. Ilmu ini membahas masalah pokok-pokok agama dari sisi penjelasan tema-temanya, afirmasi (itsbat), membantah keragu-raguan yang berkenaan dengan pokok-pokok  agama, dan menetapkan kaedah-kaedah untuk cabang permasalahan yg muncul.
Dalam presentasinya, Henri juga memaparkan skema keterkaitan akal dan wahyu karena keduanya digunakan dalam Ilmu Kalam untuk menghindari rusaknya keseimbangan dalam memahami kepercayaan agama. Dalam tradisi intelektual Islam, akal dan wahyu tidak bisa dipisahkan dan dipertentangkan. Akal ibarat mata dan wahyu adalah pelita. Membuang pelita karena merasa punya mata adalah kesombongan. Demikian halnya dengan memejamkan mata karena merasa telah menggenggam pelita adalah sebuah kedunguan. Beliau mengambil sebuah perumpaan dari Imam al-Ghazzāli, bahwa orang yang menafikan akal dan mencukupkan dirinya dengan cahaya al-Quran, ibaratnya seperti orang yang condong kepada cahaya matahari tapi menutup kelopak matanya.
Sebaliknya, orang yang menyandarkan pada akal dan argumentasi spekulatif semata dalam mencari kebenaran, tanpa mengindahkan dalil-dalil al-Qur'an dan hadits ibarat orang yang buta matanya. Mengakibatkan fanatisme pada kebenaran relatif yang diperolehnya, senang berdebat dan memandang golongan lain dengan pandangan kebencian. Oleh karena itu, akal bersama wahyu haruslah sejalan karena keduanya adalah cahaya di atas cahaya.
Di penghujung kuliah umum, beliau mengingatkan kepada mahasiswa bahwa tantangan pemikiran pada zaman modern ini begitu marak dan serius. Untuk itu, mahasiswa diajak untuk selalu memperkuat argumentasi dan pemikirannya yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga nantinya diharapkan lahir puluhan bahkan ratusan pakar dari STIQ Ar-Rahman yang ikhlas berjuang untuk  mewujudkan tatanan masyarakat Indonesia yang adil dan beradab, yang selamat dari berbagai paham perusak aqidah dan akhlak umat Islam.

0 comments:

Posting Komentar