PENAFSIRAN BIAS
JENDER:
TELAAH TAFSIR
DEPARTEMEN AGAMA YANG DISEMPURNAKAN
PENGANTAR
Tesis
ini merupakan karya IRFAN HASANUDDIN yang berjudul PENAFSIRAN BIAS JENDER:
TELAAH TAFSIR DEPARTEMEN AGAMA YANG DISEMPURNAKAN. Peneliti adalah
mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada Program Magister. Beliau menyelesaikan tesis ini di bawah
bimbingan Dr. Yusuf Rahman, MA dan lulus pada tahun 2009. Tesis
yang berjumlah 164 halaman ini dipilih untuk dijadikan critical review dengan harapan dapat mempertajam pemikiran dan
keilmuan serta memperkaya khazanah islam khususnya dalam bidang tafsir.
Terdapat
tiga tahapan yang akan dilakukan reviewer dalam critical review ini, yaitu :
-
Bagian pertama,
deskripsi umum Isi tesis/resume tesis.
-
Bagian kedua,
kritik metodologi dan teori.
- Bagian ketiga,
menawarkan pendekatan, metodologi dan teori alternatif dalam rencana
penelitian.

BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Isu
kesetaraan jender telah banyak dibicarakan oleh berbagai kalangan. Isu-isu
tersebut tidak hanya terdapat dalam ruang lingkup yang formal, namun juga
terdapat dalam teks-teks al-Qur’an. Hal ini sebagaimana yang dipaparkan oleh
peneliti, terjadi karena penafsiran yang dilakukan masih bersifat tekstual. Menurutnya,
sebaiknya penafsiran jangan hanya bertumpu pada makna lahir teks, tetapi harus menampilkan penafsiran kontekstual dan
konseptual dalam menanggapi berbagai permasalahan kontemporer.[1]
Isu-isu
jender dalam al-Qur’an mempunyai makna yang penting untuk diluruskan. Misalnya
pemahaman terhadap kata rija>l dalam surat al-Nis>a:34 yang
menyatakan bahwa yang memiliki kemampuan untuk
memimpin adalah laki-laki. Selain itu ada lagi penafsiran terhadap teks
yang menimbulkan bias jender, seperti penciptaan Hawwa> dari tulang rusuk A<dam
dalam Surat al-Nisa> ayat 1. Mayoritas mufassir memiliki penafsiran yang
senada tentang penciptaan perempuan, meskipun dengan redaksi yang berbeda. Dimana
penafsiran-penafsiran tersebut dilakukan secara tekstual, yaitu didasarkan pada
makna harfiyah saja.
Berdasarkan
latar belakang di atas penulis tesis
tertarik untuk mengkaji lebih jauh terkait dengan wacana jender yang berkembang,
yaitu dengan menelaah beberapa teks penafsiran khususnya yang dihasilkan
berdasarkan penafsiran lokal, dalam hal ini adalah Tafsir Departemen Agama RI
yang telah disempurnakan.
B.
Pembatasan
Masalah dan Perumusan Masalah
1.
Identifikasi
Masalah
Secara
garis besar kajian tentang jender dalam penafsiran membahas
permasalahan-permasalahan produk tafsir al-Qur’an untuk dikaji dan dianalisa,
kemudian ditemukan penyebab bias penafsiran tentang perempuan.[2]
2.
Pembatasan
Masalah
Permasalahan
dalam penelitian ini dibatasi dua hal: pertama, analisa komposisi dalam
tim penyempurna tafsir Departemen Agama melalui sensitifitas jender dan
karya-karya beberapa anggota tim. Kedua merupakan analisa yang berkaitan
dengan tema utama penelitian tentang ayat-ayat jender dalam al-Qur’an.
3.
Perumusan
Masalah
Dalam
tesis ini peneliti merumuskan masalah dengan 2 pertanyaan, yaitu: Pertama,
apakah terdapat bias jender dalam penafsiran Tim Tafsir Departemen Agama yang
disempurnakan?. Kedua, mengapa terdapat bias jender dalam penafsiran Tim
Tafsir Departemen Agama yang Disempurnakan?
C.
Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisa penafsiran yang dilakukan Tim tafsir
Departemen Agama yang disempurnakan, dengan memfokuskan pada ayat-ayat yang
terkait dengan jender.
Kegunaan penelitian ini adalah untuk
memberikan informasi dan memperkaya khazanah kepustakaan Islam, sehingga
memperluas wawasan masyarakat tentang jender sesuai dengan perspektif
al-Qur’an.
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dalam
tesis ini tercatat beberapa karya terdahulu yang relevan, baik yang
berkaitan dengan penafsiran maupun yang
terkait dengan jender. Diantaranya: Qur’an and Woman karya Amina Wadud, Argumen
Kesetaraan Jender perspektif al-Qur’an oleh Nasharuddin Umar, Women and
Gender in Islam oleh Asma Barlas, dan lain-lain.
Tesis ini menguatkan pandangan yang mengatakan
bahwa bias jender terlihat pada penafsiran tekstual, dan membantah pernyataan
bahwa bias jender dalam produk tafsir akan hilang dengan keterlibatan perempuan
dalam aktifitas penafsiran.
E.
Metodologi
Penelitian
1.
Metode
Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan studi
kepustakaan (library research) yang
bersifat deskriptif. Metode-metode yang digunakan diantaranya adalah metode maudlu>‘i,
metode hermeneutis, dan metode komparatif. Sedangkan pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan sosio-historis.
2.
Sumber Data
Sumber
primer dalam penelitian ini adalah al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen
Agama (edisi yang disempurnakan, 2004). Dengan meneliti ayat-ayat yang
berhubungan dengan jender. Sedangkan sumber sekunder adalah buku-buku dan
informasi tulisan lainnya yang berhubungan dengan judul.
F.
Sistematika
Penulisan
Penelitian
ini terdiri dari enam bab: bab pertama pendahuluan, bab kedua menjelaskan bias
jender dalam penafsiran, bab ketiga menganalisa berbagai isi tentang Tafsir
Departemen Agama yang berkaitan dengan jender.
Bab keempat berisi eksplanasi analisa yang
berkaitan dengan tema utama, yaitu penafsiran bias jender terhadap eksistensi
perempuan, bab kelima merupakan penafsiran bias jender terhadap peran perempuan
di publik domain, dan bab keenam merupakan penutup.
BAB
II
BIAS
JENDER DALAM PENAFSIRAN
A. Jender sebagai Paradigma Budaya
Istilah
jender adalah pembedaan laki-laki dan perempuan secara sosial, bukan hanya mengacu
kepada jenis kelamin (seks). Namun, realitanya masyarakat masih mencampuradukan
antara perbedaan jenis kelamin dan sosial, sehingga tidak dapat membedakan mana
yang bersifat mutlak (seks secara biologis) dan mana yang bersifat relatif
(jender secara sosiologis)
Perbedaan
jenis kelamin yang dikenal dengan “perbedaan kodrati” merupakan ketentuan Allah
bersifat nature dan tak bisa berubah. Sementara perbedaan jender bersifat tidak
kodrati, karena dipengaruhi oleh budaya dan peradaban manusia. Perbedaan ini tidak bersifat mutlak melainkan
relatif pada laki-laki dan perempuan. Namun kemudian dianggap sebagai sifat
yang telah membudaya dan menjadi ciri masing-masing kelamin. Sehingga muncul
anggapan bahwa laki-laki itu memiliki kemampuan lebih dari perempuan. Kemudian
menimbulkan teori ketidak setaraan jender.
B.
Kriteria
Bias Jender
Kesenjangan
jenis kelamin yang terjadi di masyarakat mengakibatkan bias jender antara
laki-laki dan perempuan. Bias jender berarti menyimpangnya hak-hak yang
diberikan masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan karena dilatarbelakangi oleh
budaya.
Bentuk
ketidakadilan jender menurut Zaitunah Subhan, diantaranya:
1.
Subordinasi
merupakan perlakukan menomorduakan seseorang.
2.
Marginalisasi, yaitu
bentuk peminggiran dalam tradisi dan budaya.
3.
Stereotype, yaitu
memberikan pelabelan negatif kepada laki-laki dan perempuan.
4.
(Double burden)
yaitu beban ganda.
5.
Violence atau
kekerasan, ini bisa terjadi dalam dua bentuk,
secara fisik maupun non fisik. Kekerasan terjadi karena tidak ada keseimbangan
peran dan posisi.
C.
Bias
Jender dalam tradisi teks
Menurut
Amina Wadud, bias jender dalam pemahaman teks al-Qur’an terjadi karena
subjektifitas penafsir yang didominasi oleh laki-laki. Bahkan ada beberapa
kitab tafsir yang cenderung mengistimewakan laki-laki dan memojokkan perempuan
dalam penafsirannya. Sehingga perlu adanya reinterpretasi teks dalam penafsiran
al-Qur’an seiring dengan perubahan sosial.
Nasaruddin
Umar menyatakan bahwa bias jender dalam pemahaman teks al-Qur’an dapat dilihat
dalam beberapa faktor, yaitu: (1) pembakuan tanda huruf, tanda baca dan qira’at,
(2) pengertian kosa kata, (3) penetapan rujukan dhami>r, (4) penetapan batas
istithna>, (5) penetapan arti huruf ‘athaf, (6) bias dalam struktur bahasa,
(7) bias dalam kamus bahasa arab, (8) bias dalam metode tafsir, (9) pengaruh
riwayat isra>iliyya>t, (10) bias dalam pembukuan dan pembakuan kitab
fiqh.
D. Kajian Jender dalam Memahami Teks
Kajian
jender tentang pemahaman teks telah dilakukan oleh Leila Ahmad dengan mencari
akar yang menyebabkan bias jender dalam tradisi teks islam terutama pada masa
awal kodifikasi al-Qur’an. Kajian ini juga dilakukan oleh Amina Wadud yang
mengelaborasi metode hermeneutik terutama dalam menafsirkan al-Qur’an. Menurutnya,
pemaknaan teks akan menjadi dinamis dan kontekstual jika diakselerasikan dengan perkembangan
budaya.
Ada
tiga kategorisasi penafsiran mengenai perempuan yang dikritisi oleh Amina
Wadud, sebagai berikut : pertama, Tafsir tradisional, tafsir model ini
terkesan eksklusif yang ditulis hanya oleh kaum laki-laki. Kedua, Tafsir
reaktif, berisi reaksi para pemikir modern terhadap hambatan yang dialami
perempuan yang dianggap berasal dari al-Qur’an. Namun penafsiran ini tidak
dibarengi dengan analisis yang komprehensif terhadap ayat-ayat yang dikaji.
Ketiga,
Tafsir holistik, yaitu menggunakan seluruh metode penafsiran dan mengaitkan
dengan berbagai persoalan termasuk isu-isu perempuan. Disinilah posisi Amina
Wadud dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an.
E.
Faktor-Faktor
penyebab Bias Jender dalam Pemahaman Tafsir
Terdapat
2 faktor yang menimbulkan tafsir bias jender, yaitu : pertama, faktor
internal yang melingkupi teks al-Qur’an yang memicu lahirnya perbedaan
penafsiran. Faktor internal ini berkaitan dengan kondisi objektif masyarakat
Arab sebelum islam, yang merendahkan perempuan dan tidak memberikan hak-hak dan
jaminan kepada perempuan.
Kedua,
faktor eksternal, yaitu banyaknya mufassir yang berjenis kelamin laki-laki, dan
dipicu oleh budaya patriarkhi. Budaya ini memandang perempuan lemah dihadapan
kaum laki-laki, sementara laki-laki memiliki superioritas.
Ada
3 pendapat mengenai faktor yang mempengaruhi penafsiran bias jender: pendapat
pertama, karena penafsiran menggunakan metode tahlili (Nasaruddin Umar). Pendapat
kedua, karena dipicu oleh budaya patriarkhi (Asma Barlas). Dan pendapat
ketiga dari Amina Wadud, karena tidak adanya keterlibatan perempuan dalam
aktifitas penafsiran.
BAB III
TAFSIR DEPARTEMEN AGAMA DALAM ANALISIS
JENDER
A. Analisis Jender pada Badan LITBANG
Depag RI dan Tim Tafsir
Diantara
hal yang harus dibangun di lingkungan departemen agama adalah kesadaran jender,
yaitu sebuah sistem yang memungkinkan perempuan dan laki-laki untuk perpartisipasi
dalam proses penyusunan al-Quran dan Tafsirnya. Tanpa pelibatan
tersebut, dapat dipastikan akan terjadi penafsiran yang tidak adil jender.
Dalam
penyusunan tim Penyempurna Tafsir sudah terlihat keterlibatan perempuan di
dalamnya. Dua ulama dan akademisi perempuan yang ikut aktif dalam anggota tim
adalah Huzaemah Tahido Yanggo dan Faizah Ali Sibromalisi. Sehingga dengan
keterlibatan perempuan dalam Tim sedikit banyaknya memberi pengaruh yang sangat
signifikan.
B.
Penyempurnaan
Tafsir Departemen Agama
Ahsin
Sakho Muhammad menyatakan bahwa ada berbagai aspek yang disempurnakan dalam
Tafsir ini, yaitu: judul, penulisan kelompok ayat, terjemah, kosakata, munasabah,
sabab nuzul, tafsir, dan kesimpulan.
Tafsir
Departemen Agama ini menggunakan dua pendekatan, yaitu bi al-riwa>yah dan
bi al-dira>yah. Tafsir ini adalah gabungan antara tafsir bi
al-ma’thu>r dan bi al-ra’yi, walaupun aspek bi al-ma’thu>r nya
lebih dominan.
Ketua
Tim menyatakan bahwa tafsir Depag ini
menggunakan metode tah}li>li yang tidak ensiklopedis, karena
mufassir menggunakan bahasa yang mirip bahkan sama dengan lafal al-Qur’an. Dan
ciri-ciri yang terdapat dalam tafsir Depag edisi penyempurnaan ini memenuhi
kriteria tafsir tah{li>li.
BAB IV
PENAFSIRAN
BIAS JENDER TERHADAP EKSISTENSI PEREMPUAN
Pada
bab ini penulis mengelompokkan ayat-ayat jender untuk kemudian dianalisa yang
tidak terlepas dari konsep bias jender.
A. Penciptaan Manusia Pertama (Q.S
al-Nisa>’/4:1 dan Q.S. al-h{ujura>t/49:13)
Perdebatan
yang terjadi adalah berkaitan dengan kata “nafsun wa<h}idah”. Banyak
mufassir klasik yang mempunyai penafsiran bias, seperti pendapat Ibnu
Kathi>r. Menurutnya Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam as yang sebelah
kiri.
Senada
dengan hal di atas, Tafsir Departemen Agama juga menyatakan bahwa manusia pertama adalah Adam dan asal keturunan
manusia adalah Adam dan Hawa. Tafsir Depag memaparkan perbedaan yang terjadi di
kalangan mufassir tentang ayat yang berkenaan dengan ”nafsun wa<h}idah”. Kata
nafsun wa<h}idah disini adalah jiwa atau diri yang satu.
Penafsiran
yang dilakukan Tafsir Depag terhadap surat al-Nisa> ayat 1 tidak melihat
korelasi (munasabah) ayat dengan yang lainnya. Tafsir ini hanya memasukkan
pendapat para mufassir terhadap ayat ini, sehingga pemahaman tentang penciptaan
manusia pertama terkesan tekstualis-skriptualis dan juga kurangnya sensitifitas
jender dalam penafsiran. Maka dapat
dikatakan bahwa Tafsir Departemen Agama dalam memahami ayat ini bias jender.
B.
Relasi
Laki-Laki dan Perempuan (Q,S. al-Nisa>/4:32, dan Q.S. al.Najm/53:45)
Dalam
Tafsir Depag dijelaskan bahwa Allah menciptakan makhlukNya berpasang-pasangan,
sehingga relasi antara laki-laki dan perempuan sebagai hamba Allah mempunyai
kesempatan dan tingkatan yang sama. Disamping sebagai khalifah di Bumi, juga
karena manusia antara laki-laki dan perempuan sebagai hamba Allah. Dan dalam
Al-Qur’an surat al-Ru>m ayat 21 ditegaskan untuk saling melengkapi secara
fungsional antara laki-laki dan perempuan.
C.
Status
dan kedudukan Perempuan (Q.S al Imra>n/3:35-36, 42 dan Q.S al-Dha>ria>t/51:49)
Dalam
tafsir Depag dijelaskan dalam ayat ini, walaupun laki-laki dan perempuan
berbeda namun Allah memberikan kedudukan kepada perempuan. Sehingga penerapan
ketiga ayat ini, lebih menceritakan peran perempuan, karena ada beberapa
perempuan yang mulia di hadapan Tuhannya.
Pada
ayat ini penafsiran Depag kurang sensitif jender, dengan memuliakan perempuan
karena pengabdiannya bukan karena peran yang dilakukan. Penafsiran yang
dilakukan disini tampak pada tataran
tekstual saja, tidak mengangkat nilai sosial kemasyarakatan yang terjadi pada
situasi sekarang.
BAB V
PENAFSIRAN BIAS JENDER TERHADAP PERAN
PEREMPUAN
DI PUBLIK DOMAIN
A. Kepemimpinan (Q.S al-Nisa’/4:34 dan
al-Naml/27:23)
Pada
ayat 34 surat al-Nisa>’ terdapat perdebatan tentang politik dan
kepemimpinan, yang menyebabkan munculnya reaksi dari pemerhati islam dan jender
terhadap diskriminatif atas kepemimpinan perempuan. Perdebatan ini terjadi
karena perbedaan dalam penafsiran pada lafaz{ rija>l dan qawwa>mu>n.
Dari
beberapa perdebatan mufassir, dapat dikatakan bahwa semua tafsir klasik bahkan
beberapa tafsir kontemporer menafsirkan kata qawwa>mu>n dengan
“pemimpin”. Namun ada beberapa mufassir kontemporer dan pemerhati jender
seperti Amina Wadud dan Ashgar Ali Engineer, berpendapat bahwa kata qawwa>mu>n
tekanannya bukanlah pada superioritas laki-laki atas perempuan tetapi
kewajiban laki-laki untuk menjaga perempuan.
Adapun penafsiran Depag pada kata qawwa>mu>n
adalah laki-laki merupakan pengayom dan pemimpin bagi perempuan, karena apa
yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka. Disini terdapat bias pemahaman
dalam menjelaskan kata qawwa>mu>n karena dalam ayat lain al-Qur’an
juga berbicara tentang kepemimpinan perempuan yang digambarkan dengan
kepemimpinan Ratu Saba’ (QS. Al-Naml:23).
Dalam
membicarakan masalah politik dan kepemimpinan, tafsir Depag tidak sensitifitas
jender dan cenderung memahami ayat secara tekstual saja, tidak memperbincangkan
isu-isu yang diperbincangkan para pakar.
B.
Kesaksian
(Q.S. al-Baqarah/2:282 dan al-Nisa>’/4:15)
Menurut
Tafsir Depag, kesaksian perempuan dalam ayat ini berkenaan dengan transaksi dalam
bisnis dan dalam hutang piutang. Dijadikan dua orang saksi perempuan bukanlah
sebagai pengganti dua orang laki-laki, tetapi untuk disiapkan untuk
mengingatkan jika salah satu perempuan lupa dalam persaksian.
Pandangan
tentang persaksian perempuan terbagi kepada dua kelompok: pertama, mereka
yang menganggap bahwa kesaksian dua orang perempuan bukan hanya untuk urusan
bisnis, tetapi juga terhadap persaksian lainnya.
Kedua,
kesaksian perempuan untuk selain masalah bisnis
sama saja dengan laki-laki, tergantung kepada pengetahuan masing-masing tentang
hal yang dipersaksikannya. Posisi Tafsir Depag disini termasuk ke dalam
kelompok yang pertama, sehingga penafsirannya sangat bias (subordinasi)
terhadap perempuan tentang kesaksian.
C.
Kewarisan
(Q.S. al-Nisa>’/4:11)
Kewarisan
sering dipahami secara parsial dan tidak menyeluruh dalam al-Qur’an, terutama
pada potongan ayat li al-dhakari mithlu h{az{z{il unthayain dalam surat
al-Nisa’ ayat 1, sehingga memunculkan pandangan yang menganggap bahwa warisan
dalam islam tidak berkeadilan jender.
Dalam
Tafsir Depag, ayat tersebut menjelaskan bagian harta peninggalan bagi perempuan
yang ditinggal mati oleh ayahnya. Hal ini berdasarkan kondisi perempuan pra islam,
untuk memberikan fakta sejarah dan sosial perempuan pada waktu itu. Tafsir
Depag tidak menjelaskan pembagian satu banding dua yang bisa saja berbeda
ketika laki-laki dan perempuan mempunyai kesepakatan pembagian waris. Sehingga
tafsir ini terlihat bias yang hanya melihat sisi sosiologis ketika ayat ini
turun tanpa mengangkat isu-isu kontemporer tentang kewarisan.
D. Pakaian (Q.S al-Nu>r/24:31)
Perdebatan
masalah jilbab dan pakaian muncul karena
perbedaan pendapat dalam mengartikan lafaz jala>bi>b. Ada yang
menafsirkan jala>bi>b sebagai busana yang menutupi seluruh tubuh
wanita, ada yang mengatakan jenis pakaian yang ukurannya lebih lebar dari
kerudung.
Dalam
menafsirkan ayat 31 surat al-Nu>r ini, Tafsir Depag menjelaskan dampak yang
akan terjadi ketika perempuan tidak menutup aurat dan tidak memakai jilbab. Pakaian
muslimah selain berfungsi sebagai penutup aurat, juga bermanfaat untuk menjaga
martabat dan kehormatan orang yang memakainya.
E.
Nushu>z
(Q.S. al-Nisa>: 34 dan 128 )
Ayat ini
sering dijadikan legitimasi oleh kaum laki-laki untuk melakukan kekerasan
terhadap istrinya yang nush>uz. Hal ini terjadi karena pemahaman mereka
terhadap lafaz “wa id{ribu>hunna” yaitu memukul. Para mufassir juga
berbeda pendapat dalam memberikan batasan-batasan diizinkannya suami memukul
istri.
Tafsir Departemen Agama membedakan penafsiran nushu>z
yang dilakukan
istri dan yang dilakukan suami. Penafsiran yag dilakukan oleh Tafsir Departemen
agama ini lebih tekstualitas dan terlihat bias jender.
F.
Poligami
(Q.S. al-Nisa>’/4: 3 dan 129)
Pemahaman
surat al-Nisa>’ ayat 3 ini memicu perdebatan tentang poligami diantara para
feminis dan pemikir islam. Tafsir Depag menjelaskan ayat ini dengan merujuk
terlebih dahulu kepada sebab turunnya ayat. Sebenarnya jumlah 4 orang tersebut
hanyalah pengalihan untuk penawaran yang sangat sulit dilakukan karena ada
syarat, yaitu adil. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka kebolehan tersebut
menjadi hilang. Di sini Tafsir Depag menjadikan adil sebagai syarat mutlak dan
lebih menyepakati pernikahan monogamy sebagai pernikahan yang dianjurkan dalam
al-Qur’an.
BAB
VI
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah
membahas dan menelaah penafsiran Departemen Agama terhadap ayat-ayat jender,
diantaranya: penciptaan manusia pertama, kedudukan perempuan, pergaulan di ranah
publik dan sosial, dan yang berhubungan dengan pernikahan, maka dapat
disimpulkan bahwa Tafsir Departemen Agama memberikan penafsiran yang bias
jender dan tidak tampak sensifitas jender dalam penafsirannya. Namun pada ayat
yang berkaitan dengan poligami, tafsir Depag lebih menyepakati pernikahan
monogami.
BAGIAN
KEDUA
CRITICAL
REVIEW
Tesis
ini menjelaskan tentang penafsiran bias jender yang ditelaah melalui tafsir
Departemen Agama yang disempurnakan. Pembahasan ini cukup menarik karena
isu-isu jender pada tahun 2009 masih hangat diperdebatkan oleh para pemikir
islam dan aktifis perempuan. Apalagi wacana ini ditelaah berdasarkan penafsiran
lokal yaitu Tafsir Departemen Agama.
Setelah membaca tesis ini reviewer akan memulai
kritikan dari metodologi dan kritik teori, kemudian mencantumkan alternatif
desain.
A. Kritik Metodologi
1.
Judul
Judul merupakan cermin atau identitas yang
menjiwai isi keseluruhan dari sebuah karya tulis. Tema sebuah penelitian harus
jelas sehingga dapat menarik perhatian orang untuk mau membaca bahkan
mempelajari isinya. Judul dan tema haruslah menjadi gambaran global tentang
arah, maksud, tujuan, dan ruang lingkup penelitian tersebut. Namun harus tetap
dalam kerangka singkat, spesifik, dan jelas[3].
Judul
juga harus menggunakan kata-kata yang jelas, singkat, deskriptif, dan tidak
merupakan pertanyaan. Hendaknya hindarkan penggunaan kata-kata yang kabur,
bombastis, bertele-tele, tidak runtut, dan atau lebih dari satu kalimat[4].
Judul
tesis ini adalah “ Penafsiran Bias Jender, Telaah Tafsir Departemen Agama
yang disempurnakan”. Judul ini menarik
karena berangkat dari isu-isu yang berkembang pada zaman kontemporer. Namun menurut
reviewer judul ini masih kurang lengkap dan tidak terlihat secara spesifik
Tafsir mana yang diteliti, karena peneliti tidak menuliskan nama tafsir
Departemen Agama yang akan diteliti.
Reviewer menambahkan sedikit redaksi yang
tidak merubah substansi judul ini, yaitu “ Penafsiran Bias Jender, Telaah Al-Qur’an
dan Tafsirnya Departemen Agama RI yang disempurnakan”. Hal ini berdasarkan
pada apa yang ditulis oleh peneli dalam tesis ini, yang mana peneliti banyak
menyebutkan nama lengkap tafsir Departemen Agama yang disempurnakan itu dengan
“al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama RI yang Disempurnakan”.[5]
2.
Latar
Belakang Masalah
Dalam
latar belakang masalah perlu dijelaskan pentingnya judul yang akan diteliti dan
alasan-alasan yang memperkuat pemilihan judul, sehingga di sini terlihat kegelisahan
akademik penulis[6]. Setelah
membaca latar belakang masalah tesis ini, reviewer menemukan ketertarikan peneliti
untuk mengkaji dan mengetahui lebih jauh tentang jender dalam tafsir Departemen
Agama, namun belum ada alasan-alasan yang signifikan untuk memperkuat pemilihan
judul. Misalnya, alasan penulis meneliti Tafsir Departemen Agama karena tafsir
tersebut merupakan tafsir bi al-riwa>yah yang cenderung menafsirkan
Al-Qur’an dengan tekstual.
3. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dalam
identifikasi masalah penting dijelaskan berbagai permasalahan yang muncul dari
judul yang dibahas karena ditinjau dari berbagai aspek.[7]
Namun dalam tesis ini identifikasi masalah ditulis secara umum saja dan tidak
ada tinjauan dari berbagai perspektif.[8]
Sehingga tidak tampak dan tidak teridentifikasi secara spesifik permasalahan-permasalahan
yang akan muncul dalam penelitian ini, dalam artian permasalahan-permasalahan
yang muncul tampak secara garis besarnya saja.
2. Pembatasan Masalah
Pada
dasarnya pembatasan masalah diambil dari masalah yang muncul dalam identifikasi,
namun tidak semuanya. Batasan masalah
lebih memfokuskan penelitian dari berbagai kemungkinan yang paling penting, dengan
memberikan beberapa alasan dan data pendukung sehingga penelitian ini laik
untuk dibahas. [9]
Dalam tesis ini, reviewer
menilai bahwa pembatasan masalah sudah dipaparkan secara lengkap oleh peneliti.
Pengelompokan ayat-ayat jender dalam
batasan masalah ini juga didasari beberapa analisis yang dilakukan oleh para pemerhati
jender, seperti Amina Wadud, Ahghar Ali Engineer dan Asma Barlas. Disini juga disajikan
data-data pendukung yang ditelusuri dengan analisis ayat melaui al-Mu’jam
al-Mufahras I Alfa>z{ al-Qur’a>n
al-Kari>m.
3. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah merupakan rumusan kongkrit permasalahan yang akan dijawab, baik
dirumuskan dengan kalimat tanya atau pernyataan.[10]
Menurut hemat reviewer, pembentukan rumusan masalah dalam tesis ini sudah memenuhi
kriteria perumusan masalah. Dan perumusan masalah dalam penelitian ini sudah
sesuai dengan judul yang dipilih oleh peneliti. Rumusan masalah dalam tesis ini adalah “Apakah dalam
penafsiran Tim Tafsir Departemen Agama yang disempurnakan terdapat bias jender?
dan mengapa terdapat bias jender di dalam tafsir Departeman Agama yang
disempurnakan ?[11]
4. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Tujuan
penelitian diterapkan apabila masalah penelitian telah dirumuskan, karena
bertujuan untuk memecahkan masalah yang dirumuskan tersebut [12].
Tujuan penelitian sangat bergantung pada judul
dan masalah penelitian. Tujuan penelitian dapat mengarahkan peneliti untuk
mencapai sasaran dan target yang ingin dicapai[13].
Dalam
tesis ini, peneliti membagi tujuan penelitian menjadi dua, yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus. Namun pada kedua tujuan tersebut tidak terlihat perbedaan
yang signifikan, karena substansinya sama saja yaitu sama-sama menganalisa
lebih dalam penafsiran yang dilakukan oleh Tim Tafsir Departemen Agama dengan
memfokuskan ayat-ayat yang terkait dengan jender.
Reviewer
juga menilai bahwa tujuan penelitian ini belum memecahkan semua masalah yang telah dirumuskan, karena
tujuannya masih umum yaitu hanya menganalisa ayat-ayat jender dalam tafsir
Departemen Agama. Reviewer lebih setuju jika tujuan penelitian disini sesuai
dengan rumusan masalah, yaitu untuk menganalisa lebih dalam apakah terdapat
bias jender dalam Penafsiran Departemen Agama dan mengapa terdapat bias jender
tersebut.
Adapun
manfaat dan signifikansi penelitian hendaknya bersifat teoritis dan praktis, serta
terkait erat dengan produk atau hasil penelitian yang dicapai dan pihak-pihak
yang akan memanfaatkannya.[14]
Manfaat penelitian dalam tesis ini sudah pas dan dapat dipahami.
5. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Reviewer
menilai, penelitian terdahulu yang dipaparkan peneliti masih terbatas pada buku
dan disertasi, meskipun buku-buku yang relevan
banyak peneliti temukan dari buku-buku yang ditulis oleh pemikir kontemporer.
Penelitian tersebut diantaranya: Amina Wadud dengan karyanya Qur’an and Womean,
Rereading the Sacred Text from a Woman’s Perspective. Nasaruddin Umar
dengan buku yang berjudul Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an.
Kemudian juga ada disertasi yang sudah dibukukan berjudul Tafsir Kebencian,
Studi Bias Jender dalam Tafsir Al-Qur’an yang ditulis oleh Zaitunah Subhan.
Di
sini hendaknya penelitian terdahulu tidak dibatasi hanya dalam bentuk buku
saja, tapi juga dalam bentuk hasil penelitian lainnya seperti tesis dan jurnal
ilmiah. Karena jurnal ilmiah adalah salah satu referensi yang ter-update dan
dapat di percaya.
6. Metodologi Penelitian
-
Metode
Peneliti menggunakan metodologi
penelitian dengan jenis library research
(studi kepustakaan) yang bersifat deskriptif. Disini peneliti tidak menyebutkan
bahwa penelitiannya bersifat analisis. Sementara di bagian abstrak dituliskan bahwa penelitian
ini bersifat analisis saja. Maka disini terlihat bahwa peneliti tidak konsisten
dalam menetapkan metodologi apakah bersifat deskriptif atau bersifat analisis.
Menurut reviewer, penelitian dalam
tesis ini bersifat deskriptif-analisis. Analisis data
adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori,
dan satuan uraian dasar[15].
Reviewer menilai bahwa analisis data tidak terlepas dari 4 hal, yaitu dengan
mengurai-urai, membanding-bandingkan, mencari hubungan antara variable-variable
yang bersifat sebab akibat atau bersifat hubungan, dan yang terakhir pengelompokan.[16]
Maka jelas tampak dalam tesis ini penelitiannya
bersifat deskriptif-analitis, karena dalam pemaparan tesis terutama dalam bab
isi penulis mendeskripsikan masalah dan menganalisanya melalui
pendapat-pendapat para ahli dan mufassir, serta menganalisa Tafsir Departemen
Agama dengan perspektif jender.
-
Pendekatan
Dalam hal pendekatan yang digunakan,
peneliti menulis bahwa pendekatan penelitian ini adalah sosio-historis. Setelah
membaca tesis ini, reviewer menilai bahwa pendekatan yang digunakan bukan saja pendekatan
sosio-historis namun juga pendekatan jender atau pendekatan feminis, karena
mengingat penelitian ini merupakan kajian mengenai perempuan.
Maka dalam metode penelitian sebaiknya ditambahkan
satu pendekatan lagi yaitu pendekatan feminis. Pendekatan feminis dalam studi
agama merupakan suatu transformasi kritis dari perspektif teoritis yang ada
dengan menggunakan gender sebagai kategori analisis utamanya.[17]
-
Sumber Data
Teknik pengambilan data yang digunakan
oleh peneliti adalah menelaah buku-buku primer dan sekunder yang memiliki
relevansi dengan masalah. Adapun sumber primer penelitian ini adalah Al-Qura’an
dan Tafsirnya Departemen Agama RI yang Disempurnakan, dan sumber sekundernya
diambil dari buku dan sumber informasi tulisan lainnya yang sesuai dengan
judul.
Dalam tesis ini reviewer menemukan
beberapa data dalam bab III[18]
yang diperoleh dari hasil wawancara, yaitu wawancara dengan Dr. KH. Ahsin Sakho
Muhammad, MA dan wawancara dengan Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA. Namun peneliti tidak menuliskan dalam metode
penelitian terkait sumber data yang berasal dari hasil wawancara. Dan sumber
informasi yang didapat dari hasil wawancara perlu kiranya dicantumkan dalam
sumber data sekunder.
7.
Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan, menurut reviewer penulis juga sudah
baik dalam menguraikan per bab dari tesis ini dan sudah mengikuti aturan yang
baku dalam menyusun karya ilmiah. Sistematika pembahasan dalam tesis ini
terdiri dari tiga bagian besar yaitu pendahuluan, analisa hasil penelitian dan
penutup. Kemudian dalam tiga bagian besar ini terdiri dari enam bab pembahasan.
B.
Kritik Teori
Harus dipahami bahwa teori adalah wawasan yang
dibangun atas dasar penelitian, pengamatan, dan ilmu pengetahuan. Ia tetap
eksis sampai pada suatu saat terbukti tidak tepat dan tidak bisa dipertahankan
lagi[19]. Dalam penelitian ini, tampaknya peneliti sudah
mengemukakan teori mengenai jender dari berbagai perspektif.
Secara
keseluruhan, bab isi telah menjawab persoalan dalam judul yang dikemukakan
peneliti yaitu menela’ah penafsiran bias jender dalam Al-Qur’an dan tafsirnya
Departemen Agama RI yang Disempurnakan, serta memaparkan faktor yang
menyebabkan terjadinya bias jender.
Di sini reviewer akan melihat penerapan teori
pada bab per bab.
Ø BAB II
Pada
Bab ini peneliti menjelaskan jender dalam paradigma budaya, kriteria bias jender,
bias jender dalam tradisi teks, Kajian jender dalam memahami teks dan
faktor-faktor penyebab bias jender dalam Pemahaman tafsir. Secara keseluruhan
bab ini telah menggambarkan landasan teori terkait bias jender yang akan
diteliti dalam Tafsir Departemen Agama pada bab-bab berikutnya.
Kelemahan
yang reviewer lihat pada bab ini, terdapat pengulangan kalimat, bahkan paragraf
yang dilakukan peneliti.[20]
Ø BAB III
Analisis
jender dalam bab ini lebih difokuskan peneliti pada Tafsir Departemen Agama.
Analisis tersebut meliputi: keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam tim
Penyempurnaan tafsir, serta analisis pada badan Litbang Depag RI dan tim Tafsir.
Peneliti
menjelaskan bahwa dalam penyusunan tafsir ini ada keterlibatan perempuan dalam
Tim, yaitu Huzaemah Tahido Yango dan Faizah Ali Sibromalisi.[21]
Namun peneliti tidak menjelaskan secara gamblang peran masing-masing dari kedua
orang perempuan tersebut terkait keterlibatan mereka dalam penyempurnaan
tafsir.
Menurut
reviewer, hendaknya penelitian terhadap mereka berdua dilakukan lebih mendalam
terkait peran dan fungsinya dalam tim. Apakah mereka aktif ikut serta dalam
menafsirkan semua ayat, atau fokus pada ayat-ayat jender, atau hanya berperan
dalam tema-tema tertentu. Sehingga jelas sejauh mana keterlibatan mereka dalam penyempurnaan
tafsir Departemen Agama.
Kemudian perlu juga dipaparkan mengenai
biografi dan latar belakang keilmuan mereka, serta pendapat dan pandangan
mereka terhadap perempuan dan masalah jender khususnya di Indonesia. Dengan
adanya penelitian mendalam terkait keterlibatan dan peran perempuan dalam
penafsiran Departemen Agama, maka bantahan terhadap pendapat Amina Wadud -bahwa
penafsiran bias jender akan hilang
dengan sendirinya- bisa disaksikan kebenarannya.
Ø BAB IV
Terkait
dengan masalah eksistensi perempuan dalam bab ini, peneliti memfokuskan
pembahasan dalam hal penciptaan manusia, relasi laki-laki dan perempuan, serta
status dan kedudukan perempuan. Serta menelusuri ayat-ayat yang terkait dengan
tema tersebut dalam al-Qur’an.
Di awal bab IV peneliti mencoba memetakan dan
mengelompokkan ayat-ayat jender dengan memasukkan pendapat Amina Wadud, Asghar
Ali Engineer dan Asma barlas mengenai beberapa tema yang diangkat dalam buku
mereka.[22]
Tema-tema tersebut tidak semuanya dibahas dalam bab ini, hanya tiga tema yang
dipilih peneliti untuk dianalisa lebih dalam. Namun, peneliti tidak mencantumkan alasan-alasan
mengapa memilih tiga tema tersebut dalam permasalahan eksistensi perempuan.
Ø
BAB V
Pada
bab ini peneliti menganalisa tentang penafsiran bias jender dalam publik
domain, yaitu mengenai kepemimpinan, persaksian, waris, pakaian, nusyuz dan
poligami. Sama halnya dengan bab empat, pada
bab lima ini peneliti juga tidak menjelaskan alasan mengapa memilih tema-tema
tersebut.
Ø
BAB VI
-
Kesimpulan
Pada
bab ini, peneliti memberikan kesimpulan
dan saran terhadap rumusan masalah yang dipaparkan peneliti pada bab pertama. Peneliti
menyimpulkan bahwa penafsiran Departemen Agama dalam permasalahan jender,
khususnya eksistensi perempuan dan peran perempuan di publik domain terdapat penafsiran
yang bias jender.
Namun
peneliti belum menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu mengapa terdapat bias
jender dalam tafsir Departemen Agama. Jadi reviewer menilai, kesimpulan yang
ditawarkan peneliti belum menjawab kedua pertanyaan dalam rumusan masalahnya.
-
Saran
Saran
yang diberikan oleh peneliti hendaknya berupa saran pada aplikasi dan teoritik,
yaitu wilayah apa yang perlu diteliti setelah penelitian yang sudah ada.[23]
Dalam tesis ini saran yang diberikan peneliti sudah berupa aplikasi dan teori.
Peneliti menyarankan untuk memahami lebih mendalam tentang ayat-ayat jender
yang bukan hanya dilihat dari sisi normatif dan sosiologis, tapi juga dilihat
dengan pendekatan yang berbeda.
BAGIAN KETIGA
ALTERNATIVE
DESIGN
Pada
bagian ini, reviewer menawarkan alternative design sebagai masukan dalam
penelitian. Alternatif
design ini terdiri dari dua aspek yaitu alternatif metodologi dan alternatif
teori.
A. Alternatif
Metodologi
1.
Judul
Judul
yang reviewer rekomendasikan untuk tesis ini adalah “ Penafsiran Bias
Jender, Telaah Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama RI yang disempurnakan. Judul
ini tidak jauh berbeda dengan judul awal yang telah ditulis oleh peneliti,
hanya saja reviewer menambahkan sedikit yaitu “Al-Qur’an dan Tafsirnya” berdasarkan judul lengkap tafsir Departemen
Agama yang disempurnakan yaitu “Al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama
edisi yang disempurnakan”.
2.
Metodologi Penelitian.
a. Metode
Metode penelitian yang reviewer tawarkan adalah penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode maud}u>‘I, komparatif dan hermeneutis, sama dengan yang metode yang
diterapkan oleh peneliti pada bab I.
b. Analisis
data
Dalam
menganalisis data yang telah diperoleh, reviewer menawarkan deskriptif-analitis
dan juga komparatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
mengenai isu-isu dan tema-tema mengenai jender. Kemudian menganalisa permasalahan jender tersebut dengan memetakan dan mengelompokkan
ayat-ayat jender, membanding antara pendapat yang satu dengan yang lainnya
serta mencari hubungan antara variable yang ada.
c. Pendekatan
Pendekatan
yang reviewer tawarkan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosio-historis
dan pendekatan feminis/jender. Karena dalam penelitian ini selain melihat
sejarah dan sistem budaya yang melatarbelakangi masalah, pendekatan feminis juga
tepat untuk menganalisa isu-isu terkait kesetaraan jender.
d. Sumber Data
Pada sumber data, menurut reviewer perlu dicantumkan sumber yang diperoleh dari
hasil wawancara sebagai sumber sekunder. Karena dalam pembahasan tidak hanya
diperoleh dari sumber-sumber kepustakaan seperti buku-buku atau tulisan lainnya,
namun juga ada beberapa hasil wawancara yang dicantumkan oleh peneliti.
3. Identifikasi
masalah
Masalah yang diidentifikasi oleh peneliti secara garis
besar, sebaiknya lebih dispesifikkan lagi sehingga tampak berbagai masalah
dalam kajian jender yang ditinjau dari perbagai aspek. Adapun tawaran
identifikasi masalah dari reviewer adalah : pertama, mengkaji sejarah jender
dan bagaimana jender dalam paradigma budaya.
Kedua, mengkaji kriteria bias jender dan faktor-faktor penyebab bias
jender dalam pemahaman Tafsir. Ketiga, memahami kajian jender dalam
perspektif pemerhati jender kontemporer. Keempat, menganalisa
keterlibatan perempuan dalam penafsiran Departemen Agama RI, dan kelima,
menganalisa penafsiran bias jender dalam tafsir Departemen Agama RI.
4. Tujuan
Penelitian
Terkait tujuan penelitian, reviewer menawarkan tujuan yang
sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah sebelumnya,
yaitu: pertama, menganalisa penafsiran bias jender melalui ayat-ayat
jender dalam Tafsir Tim Tafsir Departemen Agama yang disempurnakan dan kedua,
menganalisa penyebab terjadinya bias jender dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
Departemen Agama RI.
5. Penelitian
Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu
yang relevan dengan tesis ini harus dicantumkan dari jurnal ilmiah dan
penelitian ilmiah lainnya, tidak hanya terfokus pada buku-buku saja.
B. Alternatif Teori
1.
Permasalahan
jender sebaiknya tidak dipaparkan dalam perspektif budaya saja, namun perlu juga dilihat dari perspektif agama dan perspektif
jender.
2.
Penelitian
terhadap keterlibatan dua orang perempuan dalam penyempurnaan Tafsir Departemen
agama hendaknya dilakukan lebih mendalam terkait keikutsertaan mereka dalam
menafsirkan ayat-ayat jender. selain itu penting juga diulas mengenai peran dan
fungsi serta latar belakang keilmuan mereka. sehingga jelas alasan mengapa
teori Amina Wadud bisa ditolak dengan penelitian ini.
3.
Untuk menjawab
rumusan masalah, reviewer menawarkan satu lagi kesimpulan mengenai alasan
mengapa terdapat bias jender dalam Penafsiran Departemen Agama yang
disempurnakan. Diantara alasannya yaitu, karena penafsiran terhadap ayat-ayat
jender dilakukan secara tekstual.
PENUTUP
Demikianlah
critical review ini dibuat selain menjadi tugas dalam perkuliahan Approaches In
Islamic Studies, juga memberi masukan bagi kita bersama, terutama bagi reviewer
sendiri. Reviewer selalu terbuka untuk menerima masukan, saran, bahkan kritikan
demi kebaikan kita pada masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali
al-Khuliv, Muhammad, Kamus Tarbiyah: Dictionary of education, Beirut
al-ilm Malayan, 1981.
Connolly, Peter, “Pendahuluan”
Approaches to the Study of Religion, ed. Peter Connolly, Terjemahan oleh
Imam Khoiri. Yogyakarta: LKiS. 2002.
Hasanuddin, Irfan, Penafsiran
Bias Jender: Telaah Tafsir Departemen Agama RI yang Disemburnakan, tesis . Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah, 2009.
Moleong, Lexy. J. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2000.
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar
Epistemologi dan Logika Bandung: Remadja Karya, 1985.
Suwendi,
Modul Metodologi Penelitian Program Dua Mode System. Fakultas Imu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatuah Jakarta, 2011
Tim Penyusun, Pedoman Akademik
Program Magister dan Doktor Pengkajian Islam 2011-2015. Jakarta: Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah. 2011.
[1][1]
Lihat tesis Irfan Hasanuddin, Penafsiran Bias Jender: Telaah Tafsir
Departemen Agama Yang Disempurnaka, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
2009), hal.7
[2]
Lihat tesis, Penafsiran Bias Jender, hal.11
[5]
Lihat Tesis Irfan Hasanuddin, Penafsiran Bias Jender, hal. 10, 11, 20, 52, 55,
dst.
[6] Tim
Penyusun, Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian Islam 2011-2015
(Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hal.69
[7]
Tim
Penyusun, Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian Islam 2011-2015
(Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hal.69
[8]
Lihat Tesis, Penafsiran bias Jender, hal. 11
[9] Tim
Penyusun, Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian Islam 2011-2015(Jakarta:
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hal. 69
[10] Tim
Penyusun, Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian Islam 2011-2015(Jakarta:
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hal. 70
[11]
Lihat Tesis, Penafsiran bias Jender, hal. 12
[12] Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), 65.
[14] Tim
Penyusun, Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian Islam 2011-2015(Jakarta:
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hal. 70
[16]
Disampaikan dalam perkuliahan PMSI kelas H oleh Prof. Dr. H. M. Atho
Mudzhar, pada tanggal 10 Juni 2013.
[18]
Lihat tesis, Penafsiran Bias Jender. hal. 52
[20]
Lihat Tesis Irfan Hasanuddin, Penafsiran Bias Jender, hal.24
[21]
Lihat Tesis Irfan Hasanuddin, Penafsiran Bias Jender, hal.57
[22]
Lihat Tesis Irfan Hasanuddin, Penafsiran Bias Jender, hal.75
[23]
Prof. Atho Mudzhar, disampaikan pada perkuliahan PMSI kelas H tanggal 10 Juni
2013.
0 comments:
Posting Komentar