This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 29 Juni 2025

“Langkah Kecil Menuju Gerbang Besar: Sebuah Kisah Anak Kampung Sekolah ke Gontor”

Kalau hari ini orang memanggilku “ustadzah”, itu semua berawal dari satu tekad sederhana yang dulu kutanam saat masih duduk di bangku SMP: ingin belajar di Gontor.

Aku lahir dan besar di Bukittinggi, Sumatera Barat. Gontor bagi ku waktu itu adalah impian yang jauh. Bukan hanya karena jaraknya ribuan kilometer dari rumah, tapi juga karena keadaan ekonomi yang pas-pasan. Tapi entah mengapa, aku begitu yakin: kalau niat ini karena Allah, pasti Allah bantu jalannya.

Berbekal uang lima ratus ribu dan restu kedua orang tua, aku menempuh perjalanan panjang tanpa didampingi keluarga. Tiga hari tiga malam di atas Bus Handoyo menuju Pulau Jawa. Letih? Tentu. Tapi semua kelelahan itu lenyap saat bus berhenti tepat di depan gerbang bertuliskan: “Gontor Putri.” Aku menatapnya lekat-lekat, nyaris tak percaya. Impian yang dulu kutulis dalam hati kini berdiri nyata di hadapan mata.

Saat proses pendaftaran, aku sadar, uang yang kubawa tak cukup untuk biaya masuk yang saat itu sekitar 2 juta. Aku hanya diam. Tapi di tengah kegundahan itu, Allah kirimkan pertolongan melalui seorang ustadzah yang belum kukenal pada waktu itu. Ia menawarkan bantuan, bahkan menemaniku membeli perlengkapan asrama. Dari beliau aku belajar makna keikhlasan, bagaimana menolong tanpa melihat siapa, menyentuh hati tanpa banyak kata.

Di Gontor, aku bukan siapa-siapa. Anak kampung yang masih canggung dan jauh dari keluarga. Tapi di sinilah aku menemukan keluarga baru, ustadzah-ustadzah hebat yang melihat potensi di balik diamku. Mereka mendorongku ikut ujian loncatan ke kelas 3 Intensif. Aku sempat ragu. Tapi mereka yakin, dan keyakinan itu menular.

Jarrib wa laahizh, takun ‘arifan,” pesan mereka. “Cobalah, dan kamu akan tahu.”

Aku mencoba, dan Alhamdulillah lulus. Aku bersyukur bisa lulus ujian akselerasi. Perjalanan yang seharusnya kutempuh selama 4 tahun, akan kuselesaikan dalam waktu 3 tahun. Bukan hanya soal waktu, tapi ini juga berarti mengurangi beban biaya sekolah dan biaya hidup satu tahun lebih ringan. ini bukan sekadar prestasi tapi anugerah yang luar biasa. Setiap langkah lebih cepat bukan hanya membawa kebanggaan, tapi juga harapan bagi keluarga.

Aku bergabung dengan teman-teman marhalah (angkatan) Raziev Reynezhwa, sebuah fase yang mulai mengubah hidupku menjadi lebih dewasa dan lebih baik. Meskipun selama menjadi santriwati Gontor, aku cendrung agak pendiam. Namun ada satu pesan yang sampai hari ini tak pernah hilang dari ingatanku. Pimpinan pondok KH. Hidayatullah Zarkasyi berkata,

“Kalau belum bisa jadi pemain, jadilah penonton yang baik. Karena semua yang kamu lihat, dengar, dan rasakan di pondok akan menjadi pelajaran yang tak ternilai saat kamu keluar nanti.”

Alhamdulillah nilai-nilai gontory banyak melekat dalam hidupku. Hari ini aku berdiri sebagai pendidik, di rumah, di kampus, di masyarakat, di mana pun Allah tempatkan. Tapi sesungguhnya, bagian terbaik dari semua itu adalah…aku pernah menjadi santriwati Gontor. Pernah mencium udara Subuh di masjid Gontor. Pernah berdiri dalam barisan pagi di depan rayon. Pernah belajar di bawah langit malam. Pernah menangis, tertawa, dan tumbuh dalam suasana ukhuwah yang tulus.

Terima kasih, Gontor.

Karena bersamamu, aku belajar banyak hal.

 

Kampus Tadabbur Qur’an STIQ Ar-Rahman Gelar Nobar Film Hayya 3 Gaza di Plasa Cibubur

Bogor, 13 Juni 2025 – Sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina, Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Ar-Rahman Bogor menggelar kegiatan nonton bareng (nobar) film Hayya 3 Gaza pada Kamis, 12 Juni 2025 di Bioskop Plasa Cibubur. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh civitas akademika STIQ, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga tenaga kependidikan.

Film Hayya 3 Gaza merupakan bagian ketiga dari trilogi Hayya, yang dikenal luas sebagai film religi bertema kemanusiaan. Seri ini secara konsisten menampilkan kisah perjuangan dan penderitaan rakyat Palestina di tengah konflik yang tak kunjung usai. Lebih dari sekadar hiburan, film ini menyentuh sisi emosional dan spiritual penonton.

Ketua STIQ Ar-Rahman, Dr. Haris Renaldi, M.Pd, menyampaikan bahwa nobar ini bukan hanya ajang apresiasi film, tetapi juga bentuk nyata dari edukasi dan aksi kepedulian.

Film Hayya 3 sangat mengedukasi, menggerakkan hati, dan memberi pengalaman sinematik yang utuh. Saya mengajak seluruh pimpinan perguruan tinggi untuk mengajak civitas akademikanya menonton dan mendukung film ini sebagai wujud cinta pada Palestina,” ujarnya.

Menariknya, sebanyak 40 persen dari hasil penjualan tiket film ini disumbangkan langsung untuk rakyat Palestina. Dr. Haris menegaskan bahwa setiap penonton turut serta dalam aksi nyata melalui tiket yang mereka beli.

Satu tiket adalah satu bukti nyata dukungan kita untuk Palestina. Ini bukan sekadar menonton, tapi bentuk kontribusi dan kepedulian kita terhadap saudara-saudara di Gaza,” tegasnya.

Kegiatan ini disambut antusias oleh mahasiswa STIQ Ar-Rahman. Salah satunya, Abdul Halim, mengatakan bahwa film tersebut memberinya pemahaman yang lebih mendalam tentang situasi kemanusiaan di Palestina.

Film ini kental dengan nilai-nilai kemanusiaan. Kami jadi lebih memahami bagaimana perjuangan dan penderitaan rakyat Palestina yang sesungguhnya. Film ini juga mengajak kita untuk terus memperkuat dukungan kepada saudara kita di Palestina,” ungkapnya.

Melalui kegiatan ini, STIQ Ar-Rahman menunjukkan bahwa institusi pendidikan tidak hanya berperan dalam proses belajar-mengajar, tetapi juga aktif menyuarakan keadilan dan kemanusiaan. Film ini menjadi medium reflektif yang membuka ruang empati dan aksi nyata bagi para akademisi dan generasi muda. Nonton film Hayya 3 Gaza bisa jadi bentuk kepedulian yang sederhana, tapi bermakna besar. (Hidayati)

 

Menjadi Ulama Hadis di Era Digital: Sepenggal Kisah PKU 2 MUI Kab. Bekasi

Siapa sangka, di tengah hiruk-pikuk zaman digital, masih ada ruang untuk mencintai dan menghidupkan sabda Rasulullah Saw dengan cara yang relevan dan membumi. Saya sendiri tak pernah membayangkan bahwa kecintaan terhadap hadis akan membawa saya pada perjalanan yang begitu bermakna, menjadi bagian dari generasi baru ahli hadis berbasis digital.

Semuanya bermula ketika saya menemukan informasi tentang Pendidikan Kader Ulama (PKU) yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bekasi. Program ini menawarkan pendekatan yang unik, yaitu menggabungkan pendalaman ilmu hadis dengan kemampuan teknologi. Seolah menjawab keresahan saya selama ini bagaimana menyampaikan ilmu yang agung di tengah perkembangan teknologi yang semakin canggih?

Awalnya ragu, tapi Allah Swt menuntun saya.

Proses pendaftaran dan tes masuk tidak lah mudah. Ada ujian CBT yang mencakup wawasan kebangsaan dan moderasi beragama, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, kebekasian, ilmu hadis, dan Teknologi Informasi. Ada wawancara juga yang terdiri dari BTQ, Moderasi Beragama, Bahasa Arab dan Inggris, serta membaca kitab kuning. Dalam hati, saya sempat ragu. Apakah saya mampu? Apakah ini jalanku?

Namun keyakinan saya bertambah setiap kali berdoa. Saya percaya, jika niatnya benar, Allah akan bukakan jalan. Dan benar saja, ketika hasil diumumkan, saya dinyatakan lulus, bahkan meraih peringkat teratas. Alhamdulillah. Bukan karena saya hebat, tapi karena saya tahu ini adalah panggilan dari-Nya, panggilan untuk belajar, berkembang, dan menyampaikan warisan Nabi dengan cara yang lebih dekat dengan zaman ini.

Selama enam bulan masa pendidikan, kami sebanyak 40 mahasantri dibimbing oleh para dosen dan kiyai yang ahli di bidangnya. Kami belajar ilmu hadis dengan mendalam, musthalah hadis, sanad, matan, takhrij hadis, kritik hadis, living hadis, digitalisasi hadis, fiqhul hadis, dan lain-lain. Jika dihitung mencapai 60 tema kajian hadis, yang terkadang membuat mahasantri menangis, karena tugas gak habis-habis.

Ada juga keilmuan lain yang kami dapatkan, seperti wawasan kebangsaan, moderasi beragama, wawasan kebekasian, komunikasi dakwah, ilmu tasawuf, metodologi penelitian, dan teknologi informasi.

Kami juga belajar bagaimana membuat infografis, merekam, mengedit video, bahkan merancang platform digital untuk penyebaran hadisRasanya seperti menjadi santri sekaligus kreator konten. Tapi bukan untuk mengejar popularitas melainkan untuk menghidupkan hadis Nabi dalam format yang bisa menyentuh banyak orang.

Yang membuat perjalanan ini semakin berkesan adalah dukungan dari para peserta lainnya. Kami datang dari latar belakang berbeda, ada ustadz muda, ada guru sekolah, ada guru ngaji, ada dosen, dan ada juga yang bekerja di pemerintahan, tapi semangat kami satu, menyebarkan cahaya hadis ke seluruh penjuru negeri, khususnya kabupaten Bekasi.

Ada yang lebih membahagiakan lagi, di PKU MUI Kab Bekasi ini kami difasilitasi pula dengan perangkat digital berupa laptop baru, dukungan finansial berupa uang saku, serta konsumsi dari sarapan, makan siang, dan coffebreak. Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan. Itu semua sebagai bentuk nyata dukungan MUI dan Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk melangkah di jalan dakwah berbasis digital. Di sinilah saya sadar, ketika niat menuntut ilmu dijaga, Allah kirimkan jalan beserta segala kemudahannya.


Kini, setelah pendidikan selesai, saya merasa memikul tanggung jawab besar. Ilmu ini tidak boleh berhenti pada diri saya. Ia harus terus mengalir melalui media sosial, kelas online, artikel, video, hingga dakwah luring. Saya percaya, menjadi ahli hadis di era digital bukan berarti mengorbankan tradisi, tapi justru menghidupkan warisan Nabi dalam wajah yang bisa dirangkul generasi kini.

Kepada sahabat-sahabat muslim yang sedang mencari arah dan ruang kontribusi dalam dakwah, jangan ragu untuk melangkah. Dunia digital bukan penghalang, justru ia adalah lahan dakwah yang luas jika kita mampu mengelolanya dengan ilmu dan adab.

Semoga semakin banyak kader ulama yang lahir dari pesantren, perguruan tinggi, dan rumah-rumah sederhana yang siap menyampaikan sabda Nabi Saw ke seluruh penjuru bumi, melalui layar, suara, dan tulisan. Karena satu hadis yang dipahami dengan benar bisa menjadi cahaya yang menuntun hidup seseorang.

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

"Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR Imam Muslim)

 -Hiday-

Minggu, 15 September 2024

SALAM LINTAS AGAMA DALAM PERSPEKTIF HADIS (Pemahaman Hadis Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim)

Baru-baru ini muncul kembali perdebatan terkait salam lintas agama yang diucapkan oleh umat muslim di Indonesia. Sebenarnya sejak era reformasi sudah ada pro kontra terkait salam lintas agama yang biasa diucapkan oleh pejabat pemerintahan. Salam lintas agama atau disebut juga salam kebhinekaan adalah salam yang popular diucapkan terutama oleh para pejabat negara dalam acara-acara resmi. Salam tersebut merupakan sebuah ucapan pada pertemuan-pertemuan formal di mana para pesertanya dihadiri oleh berbagai agama yang berbeda. (Siahaan, 2020).

Salam lintas agama tersebut berisi redaksi salam dari enam agama yang diakui di Indonesia, yaitu: salam yang biasa diucapkan umat Islam “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. Kemudian ada salam dari agama Kristen, yaitu sejahtera bagi kita semua. Diikuti dengan ucapan Shalom dari agama Katolik, Om Swastiastu dari agama Hindu, Namo Buddhaya dari agama Buddha, dan Salam Kebajikan dari agama Konghucu. Semua salam ini digabung atau dirangkai menjadi satu rangkaian salam yang diucapkan pada pembukaan pidato.

Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), haram hukumnya mengucapkan salam yang memuat do’a khusus dari agama lain. Fatwa tersebut dikeluarkan melalui Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII yang digelar pada tanggal 28-31 Mei 2024 di Bangka Belitung. (Sadam, 2024). Dalam fatwa MUI ditegaskan bahwa salam umat Islam merupakan ibadah sekaligus do’a yang hanya diperuntukkan bagi umat Islam, tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain. Karena salam dari agama lain ada yang berdimensi do’a khusus yang membawa nama tuhannya, sehingga haram bagi umat Islam untuk mengucapkan salam tersebut.

Adapun mengenai toleransi dan moderasi, MUI menjelaskan bahwa pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi agama bukanlah makna toleransi yang dibenarkan. Ketika di dalam forum yang dihadiri umat Islam dan agama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan “Assalamu’alaikum” dan/atau salam nasional, atau salam lainnya, yang tidak mencampuradukkan dengan salam yang berisi do’a agama lain.

Hal senada juga disampaikan oleh Sekjen PB PII Fikri Haiqal Arif, mengatakan bahwa salam 6 agama bukanlah implementasi toleransi yang benar, melainkan berpotensi memburamkan akidah umat Islam. Hal itu karena salam yang diucapkan terdapat unsur ubudiyah dan do’a dalam Islam, sama halnya dalam agama lain ada unsur ibadah dan do’a kepada tuhannya. Misalnya: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, memiliki makna semoga keselamatan, rahmat dan keberkahan dari Allah untukmu. Kalimat Om swastiastu artinya semoga dalam keadaan selamat atas karunia dari Hyang Widhi. Kemudian salam Namo Budhaya memiliki arti terpujilah sang Buddha.  (Sadam, 2024).  

Jika ditilik makna salam di atas, jelas terdapat unsur do’a kepada Tuhan masing-masing agama. Sehingga mencampuradukkan ibadah do’a pada Tuhan masing-masing agama itu tidak dibenarkan. Pada dasarnya prinsip toleransi bukan mencampurkan atau menggabungkan yang berbeda, tetapi toleransi adalah menghormati perbedaan demi menjalin tujuan kerukunan dan kedamaian dalam umat berbangsa dan bernegara. (Wafirah, Arista, Sholahuddin, Kosim, & Musyafa'ah, 2020)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan fatwa haramnya salam lintas agama tentunya didasari dengan dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadis. Salah satu hadis yang dijadikan landasan oleh MUI adalah terkait hadis larangan memulai ucapan salam kepada umat selain Islam. Rasulullah saw bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari jalur Abu Hurairah yang artinya: “Janganlah kalian memulai ucapan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Jika kalian bertemu dengan salah seorang dari mereka, maka desaklah mereka ke sisi jalan yang paling sempit. Terkait hadis ini akan kita bahas lebih detail pada pembahasan berikutnya.

Pandangan yang berbeda mengenai salam lintas agama datang dari Kementerian Agama (Kemenag) RI. Dirjen Bimas Islam Kamarudin Amin mengatakan, salam lintas agama merupakan hal yang sah-sah saja karena mengandung praktik baik dalam rangka merawat kerukunan antar umat beragama. Menurutnya salam lintas agama dapat menebar kedamaian dan tidak berpengaruh terhadap akidah. (Mustakim, 2024)

Lebih lanjut, menurutnya Islam adalah agama kedamaian dan menganjurkan umatnya menebarkan kedamaian kepada siapapun, baik muslim dan non-muslim. Pendapat ini diperkuat dengan hadis Nabi dalam kitab Al-Mushannaf li ibni Abi Syaibah yang artinya: “Siapapun makhluk Allah yang mengucapkan salam kepada kalian, maka balaslah salam mereka, meskipun dia orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi).

Dalam penelusuran Bimas Islam, hadis Riwayat Imam Muslim mengenai larangan memberi salam kepada non-muslim berlaku dalam situasi perang. Hal tersebut terjadi saat Nabi dan kaum Muslim hendak mengepung Yahudi Bani Quraizhah karena mereka melanggar perjanjian damai. Sehingga menurut Bimas Islam, menyampaikan salam kepada non-muslim adalah tindakan yang dianjurkan dalam konteks kebaikan bersama. (BimasIslam, 2024)

Terlepas dari kontroversi salam lintas agama yang popular diucapkan terutama di kalangan pejabat negara, penulis di sini fokus pada pemahaman hadis tentang mengucapkan salam kepada non-muslim. Terdapat hadis Nabi mengenai larangan umat Islam untuk memulai mengucapkan salam kepada non-muslim disertakan dengan perintah untuk mendesaknya ke jalan yang sempit. Hadis tersebut berbunyi:

عن أبي هريرة رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لا تَبْدَؤوا اليهود والنصارى بالسَّلام، وإذا لَقِيتُمُوهُمْ في طريق، فاضْطَّرُّوهُمْ إلى أَضْيَقِهِ  .رواه مسلم

Artinya: Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Jika kalian bertemu mereka di jalan maka paksalah (pepetlah) mereka ke jalan yang paling sempit (pinggir). (HR. Imam Muslim)

Terkait kualitas, semua ahli hadis menilai hadis ini dan seluruh jalur periwayatannya dengan kualitas shahih. Selain diriwayatkan oleh Imam Muslim, hadis di atas juga diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam at-Tirmidzi, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Semua jalur periwayatan tersebut memuat redaksi yang hampir sama kecuali pada Riwayat Abu Dawud dan salah satu Riwayat Ahmad. Pada keduanya terdapat keterangan sababul wurud atau sebab turunnya hadis berupa perbincangan Suhail dengan ayahnya yaitu Abu Shalih. (Syachrofi & Suryadilaga, 2021)

Disebutkan bahwa ketika Suhail bersama ayahnya pergi menuju Syam, mereka (penduduk Syam) melewati gereja yang di dalamnya terdapat orang-orang Nasrani lalu mengucap salam kepada orang-orang Nasrani tersebut. Mendengar hal itu, ayah Suhail (Abū Ṣāliḥ) berkata jangan memulai salam kepada mereka! karena Abū Hurairah pernah meriwayatkan hadis kepada kami dari Rasulullah saw, Ia bersabda: janganlah kalian memulai salam kepada mereka dan apabila kalian berjumpa (berpapasan) di jalan maka desaklah mereka ke jalan yang paling sempit.  (Syachrofi & Suryadilaga, 2021)

Adapun latar belakang hadis mengenai larangan memberi salam lebih dulu kepada non-muslim, demikian itu terkait dengan kondisi perang dan pertemuan musuh di medan pertempuran, yaitu tempat yang biasanya tidak ada pemberian salam. Mungkin juga ucapan itu menegaskan kebolehan jika ada motif yang menuntut pemberian salam, seperti kekerabatan, persahabatan, ketetanggaan, perjalanan, atau keperluan. (Dayat & Yusuf, 2019)

Al-Qurthubi telah menyebutkan hal tersebut dari al-Nakha’i. Ia berkata; “untuk menakwilkan hadis dari Abu Hurairah mengenai larangan memberi salam lebih dulu kepada non-muslim, jika tidak ada alasan bagi kalian untuk memulai salam kepada mereka, seperti memenuhi perlindungan, adanya keperluan kalian kepada mereka, suatu hak, ketetanggaan atau dalam perjalanan. Sedangkan mengenai penghormatan selain bacaan salam, seperti mengucapkan selamat pagi, selamat sore, atau selamat datang, tidak ada halangan akan hal itu.  (Dayat & Yusuf, 2019)

Sebanrnya para ulama berbeda pendapat mengenai larangan mengucapkan salam kepada non-muslim. Mayoritas ulama klasik-tradisionalis sepakat bahwa hadis ini melarang umat Islam memulai salam kepada orang-orang kafir, musyrik, ahl al-żimmah, ahli kitab, Yahudi dan Nasrani. Di antara ulama yang berpandangan demikian adalah mayoritas ulama salaf, para ahli fikih, Imam Mālik, sebagian ulama mazhab Syāfi‘ī, dan sejumlah ulama khalaf seperti al-Nawawī, Ibn Ḥajr al-‘Asqalānī, al-Ṣan‘ānī, dan lain-lain.  (Syachrofi & Suryadilaga, 2021)

Menurut para ulama yang melarang, salam tidak hanya sekadar ucapan “basa-basi” tetapi ia mengandung unsur penghormatan dan doa keselamatan kepada yang dituju. Oleh karena itu, para ulama di atas melarang memberi salam kepada non-muslim karena hal tersebut berarti sama dengan memberi penghormatan kepada mereka. Berbeda kasus jika non-muslim memberi salam kepada orang muslim, maka menurut para ulama diperkenankan menjawab salam mereka namun dengan catatan hanya menggunakan lafal “wa ‘alaikum” semata, tidak lebih dari itu.  (Syachrofi & Suryadilaga, 2021).

Terkait menjawab salam, banyak hadis yang menceritakan bagaimana Nabi saw menjawab salam non-muslim. Ada hadis yang mengatakan Nabi menjawab dengan ucapan “wa ‘alaikum”, pada hadis lain Nabi menjawab dengan ucapan ‘alaika tu wa ‘alaika, serta ada juga Nabi memerintahkan untuk menjawab dengan ucapan ‘alaika ma qulta. Al-Mawardi berpendapat boleh menjawab salam Ahl al-Kitāb dengan ucapan wa ‘alaikum al-salam tanpa “warahmatullah”, apabila mereka mengucapkan salam yang benar yaitu “al-salāmu ‘laikum”.  (Dayat & Yusuf, 2019). Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw dari Anas bin Malik:

حَدَّثَنَا ‌عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَحَدَّثَنَا ‌هُشَيْمٌ: أَخْبَرَنَا ‌عُبَيْدُ اللهِ بْنُ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَنَسٍ: حَدَّثَنَا ‌أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ.

Artinya: “Telah menceritakan kepada kamu Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Husyaim telah mengabarkan kepada kami‘Ubaidullah bin Abu Bakr bin Anas telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik radhiallahu‘anhu dia berkata: Nabi Shallallhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:“Apabila ahli kitab menyampaikan salam kepada kalian, maka jawablah: wa’alaikum (dan ke atasmu).

Dalam hadis ini dapat kita pahami bahwa menjawab salam dari selain muslim boleh, tapi hanya dengan menjawab “wa ‘alaika”( dan atasmua) , atau wa ‘alaika ma qulta (dan atasmu apa yang kau ucapkan). Artinya kita membalas ucapan yang sama dengan apa yang mereka ucapkan. Bukan menjawab dengan redaksi salam yang lengkap “wa ‘alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh” seperti yang biasanya kita ucapkan kepada muslim, karena salam yang lengkap mengandung do’a keselamatan, rahmat dan berkah dari Allah.

Kembali lagi ke perkara mengucapkan salam kepada non-muslim, banyak juga ulama yang membenarkannya, seperti sahabat Nabi yaitu Ibn Abbas, dan sekelompok ulama lainnya. Sebagian ulama yang membolehkan memberi salam kepada non-muslim  menjadikan hadis dari Abi Umamah sebagai landasan. Abu Umamah berkata, “Sesungguhnya Allah SWT menjadikan salam sebagai penghormatan bagi umat kami dan perlindungan bagi Ahl al-Dhimmi di tengah kami. Ibn Abi Syaibah meriwayatkan hadis melalui Aun bin Abdul Aziz tentang memberi salam lebih dulu kepada Ahl al-Dhimmi. Ia menjawab, “Kami hanya menjawab salam mereka, tidak memberi salam lebih dulu kepada mereka.” Aun berkata, “Saya bertanya kepadanya, “Bagaimana pendapatmu? menurut saya, tidak apa-apa memberi salam lebih dulu kepada mereka. (Qardhawi, 2010)

Selain itu kita juga bisa  melihat pada zaman kontemporer ini, tidk sedikit ulama yang membolehkan mengucapkan salam kepada non-muslim dengan dalih toleransi beragama. Salah satu yang membolehkan mengucapkan salam kepada non-muslim adalah Kementerian Agama RI. Melalui Bimas Islam dikatakan bahwa Islam meganjurkan umatnya menebarkan kedamaian kepada siapapun baik muslim maupun non-muslim, termasuk dalam mengucapkan salam. Kebolehan mengucapkan salam kepada non-muslim didasari hadis Nabi dari Ibnu Abbas dalam Kitab Al-Mushannaf Li Ibni Abi Syaibah jilid XII. Redaksi hadis tersebut sebagai berikut:

عن ابن عباس رضي الله عنه، قال: "من سلَّم عليكم من خلق الله فردّوا عليهم، وان كان يهوديّا آو نصرانيّا آو مجوسيّا".

Artinya: Siapapun makhluk Allah yang mengucapkan salam kepada kalian, maka balaslah salam mereka, meskipun dia orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

Menurut hemat penulis, hadis yang dijadikan landasan oleh Bimas Islam tentang mengucapkan salam kepada non-muslim sepertinya kurang tepat. Karena dilihat dari matan-nya, hadis ini berisi tentang menjawab atau membalas salam yang diucapkan non-muslim, bukan memberi salam kepada non-muslim. Terkait menjawab salam, banyak hadis yang membahasnya dan membolehkan menjawab dengan kalimat “wa ‘alaika” sebagaimana telah penulis paparkan sebelumnya.

Perbedaan pendapat di kalangan muslim sebenarnya hal yang biasa, namun argumen masing-masing harus diperkuat dengan dalil yang tepat. Mengenai mengucapkan salam kepada non-muslim, menurut penulis larangan tersebut bisa saja dibenarkan untuk saat ini, mengingat salam dalam Islam adalah do’a yang selayaknya diberikan kepada saudara sesama muslim yang jelas-jelas mengakui rukun Iman dan rukun Islam. Adapun di dalam forum yang terdapat muslim dan non-muslim, maka salam Islam tetap bisa diucapkan karena ditujukan untuk muslim yang ada dalam forum tersebut. Sementara untuk saudara non-muslim bisa memberikan salam dengan sapaan seperti selamat pagi, selamat siang, selamat malam, dan lain sebagainya. Wallahu ‘alam

 

 

Daftar Pustaka

BimasIslam. (2024, Juni 03). Indonesia. Retrieved from https://www.instagram.com/p/C7wdT63BIs7/?img_index=6

Dayat, M., & Yusuf, A. (2019). Mengucapkan Salam Kepada Non Muslim dalam Perspektif Hadis. MAFHUM: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, 4(1), 113-138.

Fatimah, A. P. (2014). Salam terhadap Non-Muslim Perspektif Hadis. Jakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah.

Mustakim, Z. (2024, Juni 3). Kementerian Agaman Republik Indonesia. Retrieved from Kemenag: https://www.kemenag.go.id/opini/menimbang-fatwa-larangan-salam-lintas-agama-antara-agama-dan-harmoni-fHX25

Qardhawi, Y. (2010). Fiqh al-Jihad: Dirasah Muqaranah lil AHkam wa Falsafah fi Dha'u al-Qur'an wa al-Sunnah. Terje Irfan Maulana Hakim. Bandung: Mizan Pustaka.

Sadam. (2024, Juni 05). MUI Digital. Retrieved from MUI Digital: https://mui.or.id/baca/berita/pengurus-besar-pelajar-islam-indonesia-sepakat-fatwa-mui-haramkan-salam-lintas-agama

Siahaan, J. M. (2020). Salam Lintas Agama Merekatkan yang Berbeda untuk Memberkati Satu SAma Lain. RHEMA: Jurnal Teologi Biblika dan Praktika, 6(1), 13-22.

Syachrofi, M., & Suryadilaga, M. A. (2021). Reinterpretasi Hadis Mengucap Salam kepada Non-Muslim: Aplikasi Teori Fungsi Interpretasi Jorge J.E Gracia. Journal of Qur'an and Hadith Studies, 10(1), 1-24.

Wafirah, A., Arista, M. N., Sholahuddin, M., Kosim, M., & Musyafa'ah, N. L. (2020). Pengucapan Salam Lintas Agama Menurut Ulama Jawa Timur. Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, 23(2), 238-272.

 

 

 

 

 

 

 

 

Kamis, 13 Juni 2024

Pidato Singkat untuk Anak-Anak

Kalau Ingin makan ketupat

Makanlah diwaktu hangat

Kalau ingin mendapat rahmat

Jawablah salam qiya degan semangat


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh 

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Washshalatu wassalamu ‘ala asyrafil anbiya’i wal mursalin. Wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah. Amma ba’du


Dewan juri yang bijaksana.. sahabat pildacil yang tercinta..

Hadirin yang berbahagia, Marilah kita bersyukur kepada Allah Swt atas rahmat, nikmat iman dan nikmat sehat yang diberikan kepada kita, dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil’alamin.


Shalawat dan salam tidak lupa kita hadiahkan untuk Nabi besar kita Nabi Muhammad Saw. Dengan mengucapkan Allaumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala aali sayyidina Muhammad.


Sahabat yang dimuliakan Allah, pada kesempatan kali ini qiya akan menyampaikan pidato yang berjudul “Berbakti Kepada Orang Tua”

Teman-teman… oh teman teman…

Siapa yang sayang ibu??.. siapa yang suka bantu ayah…?

Nah teman-teman, Mengapa kita harus menyayangi orang tua kita?

Karena kedua orang tua kita telah bersusah payah merawat dan membesarkan kita. Ayah kita telah bekerja keras sepenuh hati, banting tulang siang dan malam, demi memenuhi kebutuhan kita. Apalagi ibu kita, dengan penuh perjuangan mengandung dan melahirkan kita kedunia ini. 

Nah sekarang kita sudah besar, sudah bisa berjalan, berlari, sudah bisa sekolah, makan sendiri, bermain, dan lain-lain. Hal itu karena ada kasih sayang dari kedua orang tua kita. Oleh karena itu kita harus menyayangi dan berbakti kepada ayah dan ibu kita.

Sebagaimana Allah Swt memerintahkan dalam firman-Nya:

Waqadha rabbuka allaa ta’budu illa iyyahu wabilwalidaini ihsana. Yang artinya: (dan Tuhanmu telah memerintahkan kepadamu tidak menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya).


Sahabat-sahabatku yang dimuliakan Allah Swt.

Mau tidak teman-teman hidupnya Bahagia dunia akhirat? 

Kalau mau, saya akan kasih solusinya. Gampang ko’..

Solusinya, berbakti dengan penuh cinta kepada kedua orang tua kita semua. Karena, jika kita berbakti dan sayang kepada kedua orang tua kita, insyaAllah mereka akan ridho dengan apa yang kita kerjakan. Begitu juga Allah Swt akan ridho dengan apa yang kita perbuat. 

Teman-teman, Sebagai anak, kita wajib berbakti kepada kedua orang tua, dengan cara berbuat baik kepada mereka, menyayangi ayah dan ibu kita, tidak menyakiti hati mereka, rajin sholat dan mengaji, dan selalu mendo’akan ayah dan ibu kita.


Yuk teman-teman, kita do’akan orang tua kita..

Allahummaghfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghirah.

Ya Allah ampuni dosaku dan dosa-dosa orang tua ku. Sayangilah ayah dan ibuku seperti mereka menyayangiku di waktu kecil.  


Semoga Allah Swt menjadikan kita anak yang sholeh dan sholehah, serta berbakti kepada kedua orang tua. Aamiin ya Rabbal’alamin.


Cukup sekian pidato singkat dari saya.


Jalan-jalan ke rumah Pak Camat 

Tidak lupa membeli tomat 

Semoga pidato ini membawa rahmat 

Dan ilmu yang bermanfaat. 


Akhirul kalam, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Rabu, 21 Oktober 2020

 


PEMBEKALAN DAN PELEPASAN MAHASISWA KKN STIQ AR-RAHMAN BOGOR

Jum'at, 04 Desember 2020

STIQ News— Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Ar-Rahman Bogor menggelar acara Pembekalan sekaligus Pelepasan Mahasiswa angkatan pertama untuk menjalankan program Kuliah Kerja Nyata (KKN), pada Senin (30/11/2020). Kegiatan ini dilaksanakan di AQL Islamic Center, Jakarta Selatan,  yang dihadiri oleh KH. Bachtiar Nasir, Lc, MM selaku pendiri sekaligus Pembina STIQ Ar-Rahman, Ustadz Haris Renaldi, M.Pd selaku ketua STIQ Ar-Rahman, Ustadz Hafid, M.Pd sebagai Waket I, Dr. Edi Sutarto, M.Pd selaku Waket II, Ustadz Budi Suhartawan, MA sebagai Waket III, Ustadz Abdul Manaf, MA selaku ketua LPPM, segenap dosen STIQ Ar-Rahman dan beberapa Ketua unit yang berada di bawah yayasan, serta seluruh mahasiswa STIQ Ar-Rahman semester tujuh sebagai peserta KKN.

Acara pelepasan KKN ini mengusung tema, “Membangun Peradaban Islam melalui Pendirian Rumah Tadabbur Al-Qur'an (RTQ) di Indonesia.” Konsep ini diangkat sebagai upaya mendukung program yayasan yang sedang digalakkan di beberapa Provinsi di Indonesia bahkan mancanegara. Dengan adanya KKN ini, diharapkan mahasiswa dapat mengabdi secara langsung di tempat yang sudah ditentukan dan mengimplementasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah di STIQ Ar-Rahman.

Ketua STIQ Ar-Rahman dalam sambutannya menyampaikan bahwa pada tahun ini KKN dilaksanakan dengan memperhatikan dan menyesuaikan kondisi di Indonesia yang sedang dilanda pandemi covid-19. Oleh karena itu mahasiswa menjalankan KKN di unit kerja masing-masing dengan tetap mentaati protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus.

“Di tengah Pandemi Covid-19 ini, pihak kampus menyesuaikan kuliah kerja nyata (KKN) bagi mahasiswa dengan menerjunkannya di unit kerja masing-masing. Selain itu, mahasiswa perdana ini, 99 % dari pejabat teras di AQL Islamic Center, sehingga akan sangat berdampak pada kinerja internal lembaga jika harus meninggalkan unit selama masa KKN,” ungkap beliau.

Beliau menambahkan ada tiga daerah yang menjadi tempat pengabdian mahasiswa selama KKN, yaitu: Tebet, Megamendung dan Jonggol.

“Adapun lokasi KKN difokuskan di tiga tempat, Tebet, Megamendung dan Jonggol. Keputusan ini diambil, melihat para mahasiswa mayoritas berdomisi di tiga lokasi ini,” tambahnya.

KH. Bachtiar Nasir selaku pendiri sekaligus Pembina STIQ Ar-Rahman dalam acara ini berkesempatan memberikan tausiah untuk mahasiswa sebagai bekal KKN. Beliau mengungkapkan rasa bangga dan apresiasi terhadap STIQ Ar-Rahman, karena sudah mulai menunjukkan hasilnya melalui KKN diusia yang berjalan empat tahun ini.

“Hari ini saya bangga dan bahagia terhadap STIQ, sebab di usianya yang berjalan empat tahun ini sudah mulai memperlihatkan hasilnya dengan KKN,” ungkap beliau.

Beliau mengatakan bahwa menjadi angkatan perdana adalah sebuah kebanggaan sekaligus pelaku sejarah yang namanya akan dikenang. Untuk itu beliau berpesan agar mahasiswa senantiasa menjaga almamater tercinta dan punya rasa memiliki serta tanggungjawab terhadap STIQ Ar-Rahman.

“Camkan dalam diri kalian, bahwa STIQ Ar-Rahman adalah milik dan tanggung jawab saya. selain itu kalian juga menjadi wajah STIQ secara kualitas, karena sebuah lembaga pendidikan dinilai dari alumninya dan kalian adalah alumni perdananya”, pesan beliau.

Diakhir penyampaian, KH. Bachtiar Nasir juga menjelaskan terkait program RTQ yang baru selesai disusun oleh tim. Dimana program RTQ ini akan menjadi acuan mahasiswa dalam menjalankan KKN selama satu bulan lamanya. Berharap ada kegiatan nyata yang betul-betul tercipta dan menjadikan RTQ sebagai program kongkrit dalam membangun Peradaban Islam.

Acara pembekalan sekaligus pelepasan KKN ini berlangsung dengan khidmat, dan diakhiri dengan penyematan almamater kepada salah satu mahasiswa secara simbolis, diikuti doa dan sesi foto bersama. 



Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Ar-Rahman Bogor menerima kunjungan dari Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (Kopertais) Wilayah ll Jawa Barat dalam rangka monitoring dan evaluasi, pada Selasa (20/10/2020). Visitasi tersebut adalah bagian dari agenda kerja Kopertais untuk memantau perkembangan pengelolaan lembaga pendidikan tinggi di STIQ Ar-Rahman. Dalam kunjungan ini hadir Dr. H. Ujang Dedih, M.Pd sebagai Visitor dan Deden Ali Murtado, M.Pd sebagai Pendamping.




STIQ Ar-Rahman Terima Kunjungan Monev Kopertais II Jabar 

01 Oktober 2020

Kedatangan Tim Monev tersebut disambut baik oleh Yeri Kusyaeri, M.Pd.I sebagai BPPT sekaligus perwakilan Yayasan, Haris Renaldi, M.Pd sebagai Ketua STIQ Ar-Rahman, Budi Suhartawan, MA (Wakil Ketua lII Bidang Kesiswaan), Dr. Muhammad Yasir, MA (Ketua Lembaga Penjaminan Mutu), M. Agus Yusron, MA (Ketua Prodi IAT), Muhammad Iskandar, MA (Ketua Prodi IH), Vina Qurrata A’yun, M.Pd.I dan Nova Nurrohmah, M.Pi sebagai dosen. Tentunya pelaksanaan visitasi ini dengan memperhatikan kondisi penanganan covid dan tetap mengikuti protokol kesehatan.

Kegiatan Visitasi Monev Khusus 2020 yang dilakukan di STIQ Ar-Rahman meliputi : silaturrahim dengan pimpinan dan dosen, kunjungan dan observasi lokasi kampus serta asrama, mengisi dokumentasi data IPD II, evaluasi khusus dan refleksi bersama antara pimpinan STIQ Ar-Rahman dan Kopertais mengenai kondisi dan permasalahan yang dihadapi.

Selain itu, juga diadakan forum sharing informasi dan tanya jawab antara Kopertais dengan pimpinan dan Dosen STIQ Ar-Rahman, diantaranya: mengenai implementasi kegiatan akademik pada masa covid 19, teknis pelaporan Emis dan PD-Dikti, implementasi regulasi terkait registrasi Dosen, Sertifikasi Dosen, Statuta dan SPMI, implementasi NINA (PIN), Metodologi Penelitian, Penerbitan Jurnal Ilmiah, Akreditasi Institusi dan Akreditasi Program Studi, Pengajuan Prodi baru, dan lain sebagainya.

Ketua STIQ Ar-Rahman, Haris Renaldi, M.Pd  menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Tim Visitor Monev  khusus 2020 yang telah berkenan mengadakan visitasi ke kampus STIQ Ar-Rahman. Beliau juga berharap kegiatan Monitoring dan Evaluasi ini dapat memberikan masukan dan arahan agar proses pengelolaan Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Ar-Rahman dapat berjalan lebih baik dan sesuai dengan aturan yang ada.

Rabu, 16 September 2020

STIQ AR-RAHMAN JALIN KERJASAMA DENGAN SÜTÇÜ İMAM ÜNIVERSITY TURKI

Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) ar-Rahman Bogor baru-baru ini menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Sütçü İmam Üniversity (SIU) Turki, sebuah Universitas Negri yang terletak di Kahramanmaraş Turki. MoU tersebut ditandatangani oleh Pembina sekaligus pimpinan AQL Islamic Center, Bachtiar Nasir, Lc, MM, dan Rektor Sütçü İmam University, Profesor Dr. Niyazi Bisa.

“Penandatanganan MoU itu dilakukan pada Senin (04/11) di Kampus SIU Turki”, kata Ketua STIQ ar-Rahman, Haris Renaldi, M.Pd yang turut hadir pada kesempatan tersebut.

Kerjasama ini dimaksudkan untuk memperkuat keunggulan akademik dan penelitian, serta meningkatkan kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) masing-masing pihak.

Poin-poin kerjasama kedua lembaga meliputi berbagai macam kegiatan akademik diantaranya, pertukaran mahasiswa, dosen dan staff akademik, kerjasama kegiatan ilmiah seperti konferensi, seminar, simposium, kursus Tadabbur al-Qur’an dan kepemimpinan, pengembangan proyek penelitian tentang Tadabbur al-Qur’an dan hadis, serta pertukaran publikasi ilmiah dan informasi.    

Menurut Haris Renaldi, dengan adanya MoU ini dapat menambah motivasi belajar mahasiswa STIQ ar-Rahman dan mereka bisa melanjutkan s2 dan s3 di Turki. Beliau berpesan kepada seluruh mahasiswa agar mempersiapkan bekal menuju Turki dengan hafalan Al-Quran yang sempurna, menguasai bahasa Internasional Arab dan Inggris, serta bahasa Turki.

 

Sabtu, 21 September 2019

Pejuang Islam Itu Harus Berani Berkurban dan Berkorban

Tulisan dengan judul “Pejuang Islam Itu Harus Berani Berkurban dan Berkorban” ini berkaitan dengan dua hari besar yang kebetulan bersamaan pada bulan Agustus tahun 2018. Dimana seluruh Rakyat Indonesia khususnya umat Islam merayakan dua hari bersejarah, yaitu Hari Kemerdekaan RI ke 73 pada tanggal 17 Agustus dan Hari Raya Idul Adha pada tanggal 22 Agustus. Jika dirunut kebelakang, baik sejarah kemerdekaan Indonesia maupun Idul Adha tidak terlepas dari kata korban dan kurban, dua kata yang berbeda meskipun sekilas terlihat sama, yaitu sama-sama membutuhkan kerelaan, keikhlasan, keteguhan, dan kesanggupan hati untuk berbagi dengan yang lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kurban artinya persembahan kepada Allah Swt, seperti sapi dan kambing yang disembelih di Hari Raya Idul Adha. Tindakan atau ritual penyembelihan sapi itulah yang disebut kurban. Adapun orang yang sedang mempersembahkan hewan kurban  berarti ia sedang berkurban. Sedangkan korban diartikan sebagai pemberian untuk menyatakan kebaktian (kerelaan hati). Berkorban artinya memberikan sesuatu untuk keselamatan orang lain sebagai tanda bakti, seperti pahlawan kemerdekaan yang telah banyak mengorbankan  harta dan bendanya untuk kemerdekaan tanah air Indonesia ini.
Sebagaimana kita tahu bahwa Kemerdekaan Indonesia ini direbut oleh para pejuang dengan pengorbanan yang tidak mudah. Tidak bisa dinafikan bahwa ada peran besar dari pejuang muslim yang turun langsung memperjuangkan kemerdekaan, bahkan tidak terhitung lagi para syuhada yang mengorbankan jiwa dan raga mereka. Pengorbanan itulah yang telah mengantarkan seluruh Rakyat Indonesia dapat merasakan kemerdekaan.
Meski kemerdekaan sudah diraih, bukan berarti masyarakat Indonesia bisa berleha-leha, bermalas-malasan dan bahkan terlena menikmati keadaan. Kita akui memang Indonesia telah bebas dari penjajahan Belanda, akan tetapi ada penjajahan yang lebih besar lagi tengah dihadapi oleh generasi Islam saat ini. Kondisi ini banyak dikenal orang sebagai The New Colonialism, penjajahan baru yang ternyata lebih dahsyat dari penjajahan klasik. Dimana penjajahan  klasik sangat disadari oleh masyarakat yang dijajah dan mereka sangat tahu kalau dirinya sedang dijajah. Sedangkan The New Colonialism (penjajahan baru) amat sangat sulit dipahami oleh rakyat. Mereka merasa hidup baik-baik saja, padahal sejatinya sedang dijajah melalui pemikiran (ghazwul fikri) yaitu sebuah gerakan untuk memerangi atau merusak pikiran generasi muda khususnya generasi muslim. Media TV, sepakbola, rokok, narkoba, internet, musik, sosmed, komedi, film, dan lain-lain merupakan sebagian dari cara sistematik untuk membuat masyarakat buta terhadap kondisi penjajahan yang sedang terjadi.
Untuk itu, generasi Isam harus selalu berjuang melawan segala bentuk penjajahan modern dengan meningkatkan Iman dan Taqwa, mempertahankan Akidah Islam, serta membantu saudara-saudara sesama Muslim yang saat ini tengah dijajah. Tak mengapa harus mengorbankan harta, pikiran, bahkan jiwa dan raga sekalipun demi mendapat kemerdekaan hakiki yang diridhoi Allah Swt.
Setelah mendapat banyak kebaikan dan Karunia dari Allah SWT maka umat Islam haruslah “berkurban” untuk mendatangkan berbagai kebaikan. Sebagaimana dalam Al-quran surah al-Kautsar ayat 1-2 ditegaskan, setelah disebutkan kenikmatan yang besar, Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk mendirikan shalat dan berkurban sebagai bukti rasa syukur atas nikmat-nikmat itu. Maka di bulan Zulhijjah inilah kesempatan umat Islam untuk berkurban, sebagai bukti ketundukan secara total terhadap perintah Allah dan menghindar dari hal yang dilarang- Nya. (H)

MAHASISWI STIQ AR-RAHMAN RAIH PRESTASI PADA MTQ KABUPATEN BEKASI


Dua orang mahasiswi STIQ Ar-Rahman berhasil meraih juara pada ajang Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat Kabupaten Bekasi. Mereka adalah Jihan Nur Rabiahtul Jannah Sahib, mahasiswi program studi (prodi) Imu-Ilmu Hadis (IIH), dan Khofidatur Rofi’ah, mahasiswi prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT). Keduanya merupakan mahasiswi angkatan 2018 asal Bekasi.  

MTQ Tingkat Kabupaten Bekasi yang ke 51 ini diadakan selama enam hari, mulai tanggal 8 hingga 13 September 2019, di Kecamatan Sukatani. Dengan mengangkat Tema “Tingkatkan Syiar Islam Menuju Kabupaten Bekasi Baru Bekasi Bersih”, perhelatan MTQ ini menghadirkan 8 Cabang lomba dengan 24 golongan, dan diikuti oleh kafilah-kafilah dari 23 kecamatan se Kabupaten Bekasi.

Dalam Musabaqah ini, Jihan memperoleh juara 1 cabang Hadits 100 dan 500 Putri. Sedangkan Khafidatur Rofi’ah meraih juara 3 cabang Tafsir Al-Qur’an Bahasa Inggris Putri. Atas prestasinya, mereka berhasil membawa pulang throphy dan penghargaan-penghargaan lainnya. Secara tidak langsung, prestasi mereka telah mengharumkan nama STIQ ar-Rahman di tingkat Kabupaten Bekasi.

Saat ditanya pengalaman, Jihan mengatakan ini adalah musabaqah kedua setelah sebelumnya mengikuti STQ tingkat Provinsi Jawa Barat. Menurutnya, banyak sekali pengalaman yang didapat, diantaranya bisa menambah wawasan dan mengenal orang-orang yang sudah berpengalaman di ajang MTQ. Sehingga ia merasa terpacu untuk bisa dan terus belajar terutama di bidang hadits. Mahasiswi yang ingin sekali menjadi muballighoh ini berharap, tidak hanya berprestasi di tingkat Kabupaten atau Provinsi, namun juga bisa lanjut ke tingkat Nasional dan Internasional.

“Harapannya banyak, semoga bukan Cuma di kabupaten ataupun provinsi, semoga Jihan bisa lanjut ke Nasional dan Internasional. Tapi jauh dari itu Jihan berharap apa yang di dapat bisa bermanfaat untuk diri sendiri dan orang banyak”, paparnya.

Hal senada juga dialami oleh Khafidatur Rofi’ah, melalui MTQ ini ia bisa terpacu lagi untuk belajar dan bisa bertukar ilmu dengan peserta yang lain. Mahasiswi yang biasa disapa Fifi ini mengakui awalnya ragu karena belum pernah mengikuti MTQ, apalagi di bidang tafsir bahasa Inggris. Namun berkat dukungan dari orang tua, dosen-dosen dan teman-teman akhirnya ia optimis mengikuti kompetisi meskipun persiapannya dalam waktu relatif singkat.

“Ini pengalaman pertama Fifi ikut MTQ, apalagi bahasa Inggris. Awalnya ragu tapi berkat dukungan dan dorongan dari ortu dan dosen serta teman-teman, optimis ikut aja meskipun persiapannya mendadak”, ungkapnya.

Dengan MTQ ini ia berharap dapat memotivasi diri sendiri agar lebih semangat mendalami al-Quran dan bisa menyebar luaskan Al-Qur’an dan Hadits. Ia juga berharap mahasiswa STIQ ar-Rahman bisa lebih giat belajar dan mengikuti kegiatan ataupun kompetisi di kampus dan di luar kampus. Menurutnya STIQ ar-Rahman adalah tempat terbaik untuk bisa memulai langkah awal menjadi generasi Qur’ani.

Ketua STIQ Ar-Rahman Haris Renaldi, M.Pd, pada Ahad (15/09) mengatakan, kami pimpinan dan seluruh civitas mengucapkan selamat dan memberikan apresiasi tinggi kepada mahasiswa STIQ Ar-Rahman yang telah berhasil mengukir prestasi pada MTQ tingkat Kabupaten Bekasi. Semoga prestasi dua mahasiswi ini terus mendorong seluruh mahasiswa yang lainnya untuk tidak kenal lelah belajar dan mengasah diri dalam belajar dan menggali  menggalipotensi terbaiknya.



STIQ Ar-Rahman Tandatangani MoU dengan BAZNAS Enrekang


Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Ar-Rahman Bogor dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Enrekang sepakat menjalani kerjasama tentang pendidikan kaderisasi Da’i dan Imam di Kabupaten Enrekang. Kesepakatan kerjasama ditandai dengan penandatanganan naskah Memorandum of Understanding (MoU) oleh Ketua STIQ Ar-Rahman Haris Renaldi, M.Pd dan Pimpinan BAZNAS Enrekang Ir. Mursjid Saleh Mallapa di Ar-Rahman Qur’anic Learnig (AQL) Center Jl. Tebet Utara 1, Jakarta Selatan, pada Selasa (19/03/2019).
Turut hadir dalam penandatanganan tersebut Rezki Daswir, MA sebagai Wakil Ketua I STIQ Ar-Rahman, Yeri Qusyaeri, M.Pd.I dan Samade Saputra sebagai perwakilan dari Yayasan Pusat Peradaban Islam (YPPI), serta Dr. Ilham Kadir, MA dari pihak BAZNAS Kabupaten Enrekang.
Perjanjian Kerjasama dengan Nomor 002/MOU/BAZNAS-ERKG/III/2019 dan Nomor 048/A1.11/STIQ.AR/III/2019 tersebut diadakan dalam rangka meningkatkan pendidikan dan keilmuan para da’i dan imam di Kabupaten Enrekang yang berlaku selama 5 tahun. Wilayah kerjasamanya sendiri mencakup pelatihan/TOT da’i dan Imam, serta fasilitasi warga Kabupaten Enrekang untuk menempuh pendidikan sebagai kaderisasi da’i dan imam di STIQ Ar-Rahman.
Menurut Mursjid S. Mallapa, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Enrekang saat ini sangat mendukung berbagai program keagamaan dan bertekad mewujudkan Kabupaten Enrekang yang religius. Maka posisi BAZNAS adalah membantu pemerintah dengan cara menjalin kerjasama dengan kampus-kampus yang dikhususkan untuk mencetak kader ulama yang mumpuni. Salah satunya adalah STIQ Ar-Rahman, yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Enrekang.
“Kita harap ke depan  setiap satu desa minimal satu imam yang dapat mengajar dan berceramah di Kabupaten Enrekang,” ungkapnya.
“Saat ini sudah ada dua kader  dari Enrekang yang melanjutkan kuliah di STIQ Ar-Rahman. Jumlah ini akan terus ditingkatkan dengan pembiayaan sesuai kemampuan Baznas, namun prioritas utama tetap mengirim mahasiswa dari kalangan keluarga kurang mampu”, tambah alumni S3 UIKA Bogor ini.
Bentuk kerjasama tersebut diapresiasi positif oleh Ketua STIQ Ar-Rahman, Haris Renaldi, M.Pd. Menurutnya, kualitas mahasiswa STIQ Ar-Rahman dapat diunggulkan di masyarakat.
“Para mahasiswa dibekali berbagai keilmuan yang sangat dibutuhkan masyarakat Muslim masa kini. Mulai dari sertifikasi bacaan Al-Qur’an hingga tatacara pengurusan jenazah. Bahkan mereka kita bekali keterampilan kepemimpinan agar siap menjadi pemimpin di tengah umat,” terangnya.